Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumsi 'Junk Food' Jangka Pendek Juga Bahayakan Usus

Kompas.com - 02/05/2015, 09:08 WIB
Kontributor Health, Diana Yunita Sari

Penulis

Sumber BBC

KOMPAS.com -
Hingga saat ini, 'junk food' masih digemari dan dikonsumsi oleh banyak orang. Rasanya memang enak dan harganya relatif tidak terlalu mahal. Sayangnya, junk food tinggi kalori dan garam, yang bila dikonsumsi terus menerus memberikan efek negatif pada tubuh. Efeknya antara lain kegemukan maupun munculnya sejumlah penyakit. 

Yang mengejutkan, efek negatif dari junk food ini bahkan sudah bisa dijumpai dalam jangka pendek. Studi terbaru menunjukkan, pertukaran diet dari diet sehat menjadi junk food dalam waktu dua minggu sudah bisa memberikan efek negatif bagi tubuh. Dalam hal ini, sudah bisa membahayakan usus. 

Hasil tersebut diperoleh setelah para periset meminta sukarelawan untuk menukar dietnya selama dua minggu. Sebanyak 20 partisipan Amerika Serikat diminta berpindah ke diet tinggi serat dan rendah lemak. Sementara 20 responden lain yang berasal dari pedesaan Afrika diminta untuk menyantap lebih banyak junk food

Meski pertukarannya berlangsung singkat, pengaruh yang ditimbulkan cukup nyata. Pada responden Amerika, terlihat sedikitnya peradangan usus. Sebaliknya, pada responden Afrika, kesehatan usus mereka malah bertambah jelek. 

Memang, dengan studi yang tergolong kecil ini belum memungkinkan untuk membuat kesimpulan secara tegas. Namun, temuan ini mendukung keyakinan bahwa diet Barat yang tinggi lemak serta gula dan rendah serat, tidak baik untuk tubuh. 

Dalam riset ini, pertukaran diet bergaya barat yang diberikan kepada responden Afrika adalah tipikal junk food biasa. Seperti burger dan kentang goreng. Untuk responden Amerika, mereka bergeser ke diet tinggi kacang-kacangan dan biji-bijian. Sebagai catatan saja, para responden ini juga menjalani serangkaian tes kesehatan sebelum dan setelah perubahan diet. 

Pertukaran diet terlihat menyebabkan perubahan yang nyata terhadap dinding sel usus juga bakteri yang tinggal di usus. Dengan sukarelawan AS menunjukkan hal yang lebih baik. 

Pimpinan penelitian, Dr. Stephen O'Keefe dari University of Pittsburg mengatakan, hanya dalam waktu dua minggu perubahan diet dari komposisi barat menjadi tradisional Afrika yang tinggi serat serta rendah lemak, menurunkan penanda dari risiko kanker. Ini mengindikasikan bahwa belum terlambat untuk memodifikasi risiko kanker kolon. 

Para ahli memperkirakan bahwa hingga sepertiga dari kasus kanker kolon dapat dihindari dengan mengonsumsi makanan lebih sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau