Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/12/2015, 08:16 WIB
KOMPAS.com – Barangkali Anda sering mengalami sakit kepala yang tidak jelas penyebabnya, pusing, atau iritasi kulit. Salah satu penjelasan dari kondisi tersebut adalah hipersensitivitas elektromagnetik (EHS), alias alergi Wi-Fi.

EHS mungkin terdengar baru, tapi sudah cukup banyak laporan yang menyebutkan kondisi ini dialami oleh orang dari berbagai tingkatan usia di banyak negara.

Dalam kasus terbaru, pihak keluarga gadis 15 tahun di Inggris yang meninggal karena bunuh diri, mengatakan anak mereka menderita alergi terhadap sinyal Wi-Fi.

Sinyal Wi-Fi di sekolahnya membuatnya mual, sakit kepala yang tak jelas dan membuatnya sulit berkonsentrasi. Demikian menurut ibu remaja tersebut dalam sebuah pengadilan Inggris, 19 November

Dalam sebuah survei, orang-orang yang mengaku menderita EHS mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala dan kelelahan setiap kali dekat dengan alat yang mengeluarkan sinyal elektromagnetik, seperti modem Wi-Fi, ponsel dan layar komputer.

WHO bahkan sudah menyebut adanya kondisi EHS ini, walau itu bukanlah diagnosis medis. Dalam situsnya, WHO mengatakan orang yang menderita EHS menunjukkan "gejala nonspesifik yang bervariasi".

Menghindar atau menjauh dari sinyal tersebut membantu meringankan gejala. Namun, dalam sebuah penelitian terkontrol di mana para partisipan tidak diberitahu sinyal wi-fidiaktifkan atau tidak, ternyata mereka tak bisa menentukan sinyal tersebut ada atau tidak.

Tidak terbukti

Walau banyak laporan tentang orang yang menderita EHS, tetapi WHO mengatakan tidak ada dasar ilmiah untuk mengaitkan kondisi ini dengan paparan elektromagnetik.

"Orang-orang yang mengatakan mereka memiliki EHS sudah jelas sakit. Tapi bukti ilmiah menunjukkan bahwa itu (sinyal elektromagnetik) bukan penyebabnya," kata Dr.James Rubin, dosen senior bidang psikologi, yang juga meneliti EHS.

Gejala-gejala EHS dapat bervariasi tetapi umumnya sama, yang berarti mereka memiliki banyak penyebab. Misalnya, sakit kepala mungkin menandakan tubuh Anda kedinginan atau Anda sudah terlalu banyak memiliki kafein. Pusing mungkin mengindikasikan timbulnya flu perut atau kurang tidur.

Meski mengganggu dan tak menyenangkan, gejala-gejala ini biasanya tidak membantu dalam menentukan penyebabnya. Sehingga dokter bisa kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengobati.

Dalam beberapa kasus, orang yang melaporkan mempunyai EHS, mengatakan gejala tersebut melemahkan dan memengaruhi hidup mereka secara dramatis.

Orangtua dari seorang anak laki-laki 12 tahun mengajukan gugatan di Massachusetts terhadap sekolah swasta, mengklaim bahwa sistem “kapasitas industri Wi-fi" di sekolah menyebabkan anak mereka mengalami masalah kesehatan.

Anak tersebut menderita sakit kepala, kulit gatal dan ruam dan akhirnya mengalami pendarahan hidung, pusing dan jantung berdebar-debar. Gejala itu hanya muncul selama jam sekolah.

Pihak sekolah menolak kesimpulan bahwa penyakit itu berasal dari paparan Wi-Fi. Evaluasi sistem Ei-Fi juga menunjukkan levelnya sudah sesuai dengan standar.

Dalam kasus lain di Perancis, sebuah pembayaran kecacatan telah diberikan kepada seorang perempuan yang mengklaim bahwa EHS-nya begitu parah sehingga dia harus hidup tanpa listrik di gudang yang direnovasi di pegunungan untuk melindungi dirinya dari sinyal elektromagnetik.

Menguji reaksi

Dalam laporan Rubin tahun 2009, dia merujuk pada studi yang menganalisa gejala dan menyelidiki pemicu pada lebih dari 1000 orang yang dilaporkan memiliki hipersensitivitas elektromagnetik.

Dia menyimpulkan bahwa "percobaan yang diulang tidak dapat mereplika fenomena ini dalam kondisi yang terkendali."

Mungkin Wi-Fi bukanlah penyebabnya, tetapi ada yang lain. Sejumlah kondisi kesehatan dan lingkungan yang berbeda pada tiap individu bisa berperan.

Faktor lain adalah "efek nocebo", di mana seseorang percaya bahwa paparan EMF memicu gejala-gejala yang menyebabkan gejala nyata, bahkan jika sekalipun tidak ada paparan, tambahnya.

"Terlepas dari apakah "alergi" wi-fi adalah nyata, penderitaan pasti ada," kata Rubin. (Gibran Linggau)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau