Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas, Pola Makan Berlebihan dapat Memicu Kanker Kolorektal

Kompas.com - 20/01/2016, 09:00 WIB
KOMPAS.com – Makan secukupnya dalam jumlah sedang bukan cuma berdampak positif bagi berat badan, tapi juga bisa menjauhkan kita dari risiko kanker kolorektal.

Obesitas akibat pola makan berlebihan sudah lama diketahui terkait dengan peningkatan risiko kanker usus besar. Namun, baru sekarang para ilmuwan mampu mengidentifikasi alasan di balik hubungan ini.  

Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa pola makan tinggi kalori dapat mematikan hormon penting dalam usus yang menon-aktifkan penekan tumor sehingga tumor usus terbentuk.

Kabar baiknya, para peneliti menemukan bahwa penggantian gen dapat dipakai untuk "penghidupan kembali penekan tumor" dan mencegah kanker berkembang.

Peneliti senior Dr Scott Waldman dari Thomas Jefferson University mengatakan studi mereka telah menunjukkan bahwa kanker usus besar dan rektal dapat dicegah pada individu obesitas dengan menggunakan terapi penggantian hormon.

Selain itu, penyakit lain yang berhubungan dengan kekurangan hormon, seperti kehilangan insulin pada diabetes juga dapat diobati.

Kelebihan kalori

Orang gemuk diketahui memiliki risiko 50 persen lebih tinggi untuk terkena kanker kolorektal dibandingkan dengan orang dengan bobot normal.

Para ilmuwan mengira-ngira bahwa keterkaitan ini berdasarkan pada jumlah jaringan lemak dan proses metabolisme dari kelebihan kalori yang merupakan bahan bakar sel energi dan pertumbuhan.

Tim peneliti gabungan dari Thomas Jefferson, Harvard University and Duke Medical School telah menggunakan rekayasa genetika seekor tikus untuk meneliti keterkaitan ini.

Mereka menemukan bahwa obesitas, baik dari konsumsi lemak maupun karbohidrat berlebih, atau keduanya, berkaitan dengan hilangnya hormon guanylin yang diproduksi di epitel usus, yang merupakan sel-sel pelapis organ. Guanylin, guanylil siklase C (GUCY2C) bersifat mengatur regenerasi epitel usus.

"Lapisan usus sangat dinamis dan terus-menerus akan berganti dan GUCY2C berkontribusi sebagai kunci yang sangat dibutuhkan pada proses regenerasi ini," kata Dr Waldman.

Pada kasus kanker kolorektal, umumnya gen guanylin ini menjadi tidak aktif. Dan pasien obesitas akan mengalami penurunan gen ini sampai 80 persen dibandingkan dengan orang yang ramping.

Reseptor guanylyn ini berlaku sebagai penekan pertumbuhan dan pengontrol tumor. Tanpa hormon tersebut, reseptor tak akan bekerja.

"Ini terjadi sangat awal dalam pengembangan kanker. Ketika reseptor tak bekerja, epitel akan mengalami disfungsional yang membuat kanker dapat berkembang." kata Dr Waldman.

Para peneliti kemudian menciptakan tikus yang membawa transgen yang tidak akan membiarkan guanylin mati.

Studi ini menyimpulkan bahwa pada tikus obesitas, hormon dan reseptornya diam atau tak bekerja.

"Kami percaya bahwa kanker kolorektar bisa berkembang melalui mekanisme pembungkaman ini dan ini lebih sering terjadi pada orang obesitas," kata Dr Waldman.

Dia menambahkan bahwa penemuan ini merupakan kejutan dan masih banyak para peneliti lain di dunia ini yang telah mencoba menguraikan kaitan obesitas pada terjadinya kanker kolorektal.

Kalori berada di tengah-tengan kedua kondisi ini, tetapi “apa yang mereka lakukan” merupakan salah satu pertanyaan yang paling membingungkan dan provokatif dalam penelitian kanker.

"Sekarang kami akhirnya mempunyai petunjuk besar mengenai asal kanker kolorektal pada individu obesitas dan mungkin orang biasa," katanya.

Di samping itu, peneliti menemukan bahwa pil linaclotide - yang terkait dengan hormon yang hilang - dapat digunakan sebagai terapi awal untuk mencegah kanker kolorektal pada pasien diabetes. (Gibran Linggau)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com