Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/01/2016, 11:11 WIB
Lily Turangan

Penulis

Sumber WebMD

OMPAS.com - Anda yakin, masalah perilaku dan temperamen anak yang selama ini dilabeli 'kurang menyenangkan' adalah karena gula? Jika ya, artinya Anda tidak sendiri menganut keyakinan yang demikian.

Banyak orangtua yang peduli, bahkan termasuk lembaga kesehatan yang punya keyakinan yang sama - bahwa ada hubungannya antara perilaku anak dengan pola makannya.

Namun baru-baru ini, Center for Science in the Public Interest di Ameriksa Serikat merilis laporan yang sebaliknya. Laporan ini merupakan hasil beberapa studi yang diajukan oleh produsen makanan, para profesional bidang kesehatan, termasuk pemerintah AS.

Studi-studi tersebut mengatakan tidak ada hubungannya antara perilaku anak dengan pola makan hariannya.

Oleh produsen makanan, ini diartikan; tidak ada hubungannya antara gula dengan perilaku hiperaktif anak seperti yang selama ini dipercaya oleh banyak orang.

Meski demikian, masih banyak orangtua yang tidak yakin dengan hasil laporan tersebut.  Memang, masih diperlukan penelitian lebih jauh untuk membuktikan kebenaran klaim masing-masing pihak.

Namun, ada beberapa alasan yang masuk akal selain gula, sebagai penyebab anak bertemperamen lekas marah dan hiperaktif.

 

Dari mana teori gula menyebabkan hiperaktif datang?

Gagasan bahwa makanan memiliki efek pada perilaku tumbuh populer pada tahun 1973 ketika dokter spesialis alergi Benjamin Feingold, MD, menerbitkan buku Diet Feingold.

Ia menganjurkan pola makan  bebas  salisilat, pewarna makanan dan bumbu buatan untuk mengatasi anak hiperaktif.

Meskipun pola makan ala  Feingold tidak menyebut gula secara khusus, dia menyarankan agar orang tua menjauhi zat penambah rasa aditif. Setelah itu, gula rafinasi atau gula meja segera masuk daftar pengawasan para orangtua.

Kemudian sebuah studi tahun 1978 yang dipublikasikan dalam jurnal Food dan Cosmetic Toxicology menemukan, bahwa anak-anak hiperaktif yang menjalani tes toleransi glukosa ternyata diketahui memiliki kadar gula tinggi dan disarankan untuk menurunkan asupan gulanya.

Namun demikian, penelitian ini tidak menjelaskan secara nyata, bagaimana caranya gula bisa menyebabkan anak menjadi hiperaktif.

 

Yang diketahui tentang gula

Dalam 10 tahun terakhir, beberapa studi telah meneliti efek dari gula pada perilaku anak-anak. Berikut adalah aspek-aspek yang diteliti dalam beberapa studi tersebut:

-Jumlah gula yang dikonsumsi para responden dalam penelitian

- Efek gula dibandingkan dengan efek plasebo

- Anak-anak, orang tua dan para peneliti yang tidak berkepentingan tidak tahu anak mana diberi pola makan seperti apa (metode ini disebut double blind study, untuk menghindari bias terhadap hasil penelitian).

Analisa dari semua studi tersebut diterbitkan dalam  Journal of American Medical Association, 22 November 1995.

Para peneliti berkesimpulan, gula dalam pola makan  tidak memengaruhi perilaku anak-anak. Namun, para penulis studi juga tidak  mengesampingkan, ada sedikit efek yang ditimbulkan oleh gula  pada sejumlah kecil anak-anak.

 

Harapan bisa memengaruhi persepsi

Meski hasil penelitian di atas telah disebarluaskan, masih banyak orangtua tetap percaya bahwa gula memang membuat anak mereka menjadi hiperaktif. 

Beberapa peneliti mengatakan, hal ini mungkin disebabkan oleh persepsi yang telah ada di dalam otak orangtua, memengaruhi bagaimana Anda menafsirkan apa yang Anda lihat.

Sebuah studi yang diterbitkan pada Agustus 1994 oleh Journal of Abnormal Child Psychology  menunjukkan, bahwa orangtua yang percaya perilaku anak dipengaruhi oleh gula,  lebih mungkin untuk melihat anak-anak mereka menjadi hiperaktif, ketika mereka telah dituntun untuk percaya anak itu baru saja mengonsumsi minuman manis.

Sebagai orangtua, pengamatan Anda terhadap anak, sangatlah penting. Keprihatinan apapun yang Anda miliki yang menyangkut pola makan anak, harus dieksplorasi dengan hati-hati dan didiskusikan dengan dokter anak. Ada banyak faktor yang memengaruhi timbulnya hiperaktif pada anak-anak, di antaranya adalah:

  • Perangai
  • Gangguan emosi
  • Gangguan belajar (seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
  • Masalah tidur

 

Masih tidak yakin?

Jika setelah mengetahui hal ini, Anda masih melihat bahwa gula adalah penyebab anak  menjadi hiperaktif,  langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah berkonsultasi dengan dokter.

Pendekatan yang ekstrim, seperti menghilangkan seluruh makanan yang Anda anggap musuh, bisa saja menyebabkan efek negatif yang lebih besar ketimbang manfaat yang Anda harapkan. 

Setelah memeriksa fisik anak secara lengkap dan mempelajari riwayat kesehatannya, mungkin dokter anak akan merujuk Anda untuk berkonsultasi dengan ahli gizi atau ahli alergi atau mungkin juga psikolog anak, untuk mendapat gambaran menyeluruh mengenai apa penyebab anak Anda menjadi terlalu semangat beraktivitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com