Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Penyakit Stroke akibat Kebiasaan Mendengkur

Kompas.com - 04/03/2016, 15:00 WIB
Dr. Andreas Prasadja, RPSGT

Penulis

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia. Di Indonesia, menurut data tahun 2013, sebanyak 12,1 orang dari 1000 penduduk mengalami stroke. Penyebab stroke bukan hanya penyakit kronis seperti hipertensi atau diabetes, tapi juga kebiasaan mendengkur.

Bukti tentang mendengkur dan henti nafas saat tidur (sleep apnea) sebagai faktor risiko terjadinya stroke semakin menggunung.

Penelitian Sleep Heart Health Study di tahun 2010 menunjukkan, semakin parah dengkuran seseorang, semakin tinggi ia berisiko mengalami stroke iskemik.

Derajat keparahan yang ditunjukkan oleh indeks henti nafas tidur (AHI) dapat diukur. Apabila dengkuran mencapai lebih dari 19 kali perjam, maka risiko terserang stroke dapat meningkat hingga 3 kali lipat (terjadi pada kelompok usia paruh baya ke atas).

Sementara penelitian lain di Australia yang diterbitkan pada the Journal of Clinical Sleep Medicine di tahun 2014 menunjukkan bahwa penderita sleep apnea pada level sedang-parah (AHI>15/jam) memiliki risiko stroke 3,7 kali lipat.

Henti napas

Sleep apnea atau henti nafas saat tidur, terutama ditandai dengan tidur yang mendengkur. Tampak sepele, tapi pasangan dari penderita sleep apnea tahu persis bagaimana mengerikannya pendengkur tidur. Bukan karena kerasnya suara dengkuran, tetapi episode henti nafas dan tersedak seperti tercekiklah yang menjadikan gejala ini menjadi terasa mengkhawatirkan.

Aturan pertama bagi pendengkur adalah percaya apa yang dikatakan pasangan tentang dengkuran, karena pendengkur tak tahu dirinya mendengkur saat tidur. Pasanganlah yang paling tahu tidur Anda.

Episode henti nafas inilah yang selanjutnya berakibat pada proses tidur yang terganggu. Karena sesak berulang, tanpa disadari, otak jadi terbangun berulang kali. Akibatnya, pendengkur bangun kurang segar di pagi hari, dan jadi mudah mengantuk sepanjang hari hingga menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Tidur ngorok berakibat luas pada kesehatan. Sleep apnea dapat menyebabkan hipertensi, gangguan jantung, stroke, diabetes dan impotensi. Hubungan antara stroke dan sleep apnea belum bisa dipastikan.

Semua perubahan pada hemodinamis, sistem saraf, pembuluh darah dan proses inflamasi akibat henti nafas saat tidur diduga berakibat langsung pada terjadinya stroke.

Penelitian Terbaru

Dalam jurnal kedokteran tidur SLEEP terbitan 2016 menjelaskan bahwa pada kelompok usia lanjut, penurunan kadar oksigen jauh lebih penting dinilai dibanding derajat keparahan ngorok (AHI) untuk memprediksikan risiko stroke.

Penelitian ini menyertakan 2.872 orang berusia sekitar 70-an tahun yang diikuti selama 5-7 tahun. Pada pemeriksaan lanjutan, sebanyak 156 orang (5,4%) mengalami stroke. Kemudian data penderita stroke ini dicocokkan dengan data pemeriksaan tidur (polisomnografi) untuk melihat riwayat sleep apnea-nya.

Data yang dinilai adalah derajat keparahan henti nafas serta penurunan kadar oksigen yang dialami selama tidur. Ternyata, pada penurunan kadar oksigen di bawah 90 persen pada lebih dari sepersepuluh waktu tidur, didapati risiko stroke yang meningkat hingga 1,8 kali lipat dibanding yang tidak mengalami penurunan oksigen.

Perawatan

Diagnosis sleep apnea hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan tidur di laboratorium tidur. Derajat keparahan henti nafas dan penurunan kadar oksigen jadi penting bagi penentuan perawatan pasien nantinya.

Perawatan sleep apnea bisa dengan menggunakan oral appliances, CPAP atau lewat jalan pembedahan. Tapi jangan salah, terkadang didapati juga pendengkur yang tak mengalami gangguan nafas. Pendengkur seperti ini tidak diindikasikan untuk dilakukan perawatan medis apa-apa karena tak membahayakan kesehatannya.

Pada sebagian besar penderita sleep apnea, perawatan terbaik adalah dengan menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP). Penelitian Becker dan kawan-kawan di tahun 2003 menunjukkan bahwa penggunaan CPAP dalam perawatan sleep apnea akan menurunkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 37 persen dan penurunan resiko stroke hingga 56 persen.

Sementara peneltian yang diterbitkan oleh jurnal Clinics, Brasil di tahun 2008 menyatakan bahwa perawatan sleep apnea pada pasien stroke akan memperbaiki kadar oksigen, arsitektur tidur dan indeks henti nafas. Perbaikan ini akan mencegah terjadinya serangan stroke berulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau