Menurut penelitian, orang yang pernah menjadi korban kekerasan, baik itu fisik,
emosional, atau seksual, 55 persen lebih mungkin mengalami migrain dibandingkan
dengan yang tidak pernah mengalami kekerasan.
Meski demikian, kekerasan emosional berperan lebih besar, sekitar 52 persen,
pada keluhan migrain yang dirasakan.
"Kekerasan emosional memiliki kaitan yang lebih kuat dengan peningkatan migrain.
Kekerasan di masa anak-anak memang berdampak jangka panjang pada kesehatan dan
kesejahteraan mental," kata peneliti Gretchen Tietjen dari Universitas Toledo,
Ohio, AS.
Migrain merupakan penyebab di balik berbagai keluhan, mulai dari nyeri kepala
hingga mual. Para ilmuwan menemukan, kelebihan radikal bebas merupakan penyebab
utama nyeri kepala.
Kelebihan itu menyebabkan ketidakseimbangan di tubuh yang disebut dengan stres
oksidatif, yakni saat kekurangan antioksidan untuk menghilangkan radikal bebas.
Kekerasan
Dalam penelitian mengenai kaitan migrain dan kekerasan pada anak, dilibatkan
14.484 orang berusia 24-32 tahun. Sekitar 14 persen responden didiagnosis
migrain.
Kekerasan fisik didefinisikan sebagai pukulan, tendangan, atau menjatuhkan ke
lantai, dinding, atau tangga, yang diterima seorang anak. Kekerasan seksual meliputi sentuhan seksual atau hubungan seksual.
Pada responden yang didiagnosis migrain, sekitar 61 persen mengaku pernah
menjadi korban kekerasan saat kecil. Sementara itu pada mereka yang tidak pernah
menderita migrain, 49 persen mengaku pernah mengalami kekerasan.