ACEH, KOMPAS.com - Puluhan anak-anak penyandang autisme dan down syndrom berkumpul di lapangan Blang Padang Banda Aceh sepanjang hari minggu. Di sini, mereka menujukkan kebolehannya bernyanyi dan menghafal surat-surat pendek dalam alquran.
Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperingati hari down syndrom sedunia pada 23 Maret dan hari autisme sedunia yang diperingati pada tanggal 2 April mendatang.
Masih minimnya keterbukaan dan pemahaman orangtua akan kondisi anak yang mengalami down syndrom dan autisme di Banda Aceh, membuat anak-anak istimewa berkebutuhan khusus ini lamban mendapat fasilitas pendidikan dan terapi.
Selain itu, masih minimnya fasilitas pendidikan yang berstatus inklusi juga membuat orangtua sedikit kesulitan mendapat tempat layanan pendidikan dan terapi yang optimal bagi anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus tersebut.
“Saya pernah dua kali pindah sekolah, karena pihak sekolah tak mampu menangani Dafa. Padahal sekolah tersebut berstatus inklusi,” ujar Zainal, orangtua Dafa penyandang Autis, Minggu (27/3/2016).
Akhirnya, Zainal menemukan sekolah yang bisa memberi fasilitas pendidikan dan terapi bagi Dafa, walau bukan berlabel negeri. Hal senada juga diceritakan oleh Faridah, orangtua dari Rafi, yang juga berkebutuhan khusus.
Menurut Faridah, pemerintah harus cepat tanggap memberi perhatian kepada anak-anak berkebutuhan khusus, terutama yang menyandang down syndrome dan autisme.
“Awalnya susah mendapatkan sekolah yang bisa membantu orangtua memberi terapi dan pendidikan, tapi kini mulai muncul lembaga-lembaga swasta yang bisa membantu, meski harganya mahal sekali,” ujar Faridah.
Untuk itu, Faridah berharap pemerintah bisa memberi perhatian lebih intensif terhadap kebutuhan pendidikan dan terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) ini.
Sementara itu Pemerintahan Kota Banda Aceh menyatakan, terus berupaya mengembangkan berbagai sarana pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Banda Aceh.
Walikota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal mengungkapkan, keberadaan sekolah dengan sistem inklusi juga terus ditingkatkan untuk menghindari dikotomi yang masih mengakar di masyarakat.
“Tapi kendalanya, kita masih minim akan sumber daya manusia yang bisa menjadi pengajar dan therapist. Meski berkebutuhan khusus, anak-anak dengan dan autisme membutuhkan penanganan yang berbeda dan lebih khusus,” jelas Walikota, saat membuka kegiatan jalan santai anak-anak dengan down syndrome dan autisme yang diselenggarakan oleh The Nanny Children Centre (TNCC) di Banda Aceh, Minggu (27/3/2016).
Walikota berharap, semakin hari sekin banyak warga Kota Banda Aceh yang memiliki kemampuan dan mau untuk menjadi pengajar dan terapis bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
“Kita juga imbau kepada para orangtua jangan bersikap tertutup, karena ini akan bisa memperlambat penanganan anak-anak mereka,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur The Nanny Children Centre, Ria Hidayati, masyarakat juga diminta untuk bisa terbuka akan keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus. Ia berharap dengan keterbukaan ini, anak-anak berkebutuhan khusus bisa diterima di masyarakat dengan bakat dan keunikan yang mereka miliki.
Ria menambahkan, walau dianggap memiliki kekurangan, anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki kelebihan.
Penanganan yang sesuai dengan kondisi mereka kini menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat, untuk menyediakan berbagai fasilitas pendidikan dan terapi agar mereka bisa mengarahkan bakat dan minat yang dimiliki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.