Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gila Kerja Rentan Sebabkan ADHD dan Gangguan Obsesif Kompulsif

Kompas.com - 15/06/2016, 15:15 WIB
Lily Turangan

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa pecandu kerja mungkin rentan terhadap gangguan kesehatan mental, dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, demikian kata sebuah penelitian terbaru.

Gangguan yang dimaksud termasuk kecemasan, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), gangguan obsesif kompulsif atau obsesive compulsive disorder (OCD) dan depresi, kata penulis studi.

Temuan yang berdasarkan penelaahan terhadap lebih dari 15.000 warga Norwegiaini, menunjukkan bahwa "melakukan pekerjaan yang ekstrim mungkin merupakan tanda dari masalah kejiwaan yang dalam," kata pemimpin penulis studi Cecilie Schou Andreassen, seorang psikolog klinis di University of Bergen, di Norwegia .

Baca juga: Bloomberg: Orang-orang Kaya Indonesia Pindahkan Ratusan Juta Dollar AS ke Luar Negeri

Penelitian ini tidak menyelidiki sebab dan akibat, sehingga tidak jelas bagaimana masalah kesehatan mental dan kerja paksa bisa saling terkait. Atau apakah orang yang bekerja keras harus diberi label sebagai pecandu kerja.

Para ahli mengatakan perbedaan antara keduanya dapat sangat membingungkan. "Dapat dikatakan bahwa istilah gila kerja sering disalahgunakan. Sering, dalam sebagian besar kasus, itu adalah perilaku kerja yang normal," kata Schou Andreassen.

Untuk studi ini, peneliti mensurvei hampir 16.500 orang dewasa yang bekerja, rata-rata usia 37. Dari jumlah itu, sekitar 6.000 orang adalah pria dan 10.500 adalah wanita. Studi menemukan, bahwa delapan persennya memenuhi syarat sebagai pecandu kerja.

Baca juga: Rencana Evakuasi Warga Gaza ke Indonesia, Muhammadiyah: Hanya Hitungan Bulan, Harus Dikembalikan Lagi

Dari delapan persen itu, sepertiganya ternyata memiliki ADHD dan 26 persen menunjukkan tanda-tanda gangguan obsesif kompulsif. Bahkan, 34 persennya mengalami gangguan kecemasan (anxiety disorder).

Para ahli mencurigai, mungkin ada pengaruh gen terhadap kebiasaan atau kesukaan bekerja. Ada juga kemungkinan bahwa gila kerja dapat menyebabkan penyakit mental, atau sebaliknya. Studi ini belum memberikan jawaban yang jelas mana yang lebih dulu ada.

Steve Sussman, seorang profesor kedokteran bidang preventif, psikologi dan pekerjaan sosial di University of Southern California mengatakan bahwa kecanduan kerja sering tidak dipahami dengan baik oleh banyak orang.

Baca juga: Banyak Pengunjung Batal Beli Jersey Timnas di Indomaret, Apa Penyebabnya?

Bahkan,beberapa ahli masih mempertanyakan apakah gila atau kecanduan kerja itu benar-benar ada atau tidak, tambahnya.

Walau hal ini masih ambigu, penelitian ini juga mencatat, terapis dapat membantu pasien untuk mengelola kecenderungan kecanduan kerja mereka, misalnya dengan cara mengembangkan strategi untuk membantu pasien bisa dan mau meninggalkan pekerjaan sementara mereka berada di rumah atau di tengah keluarga.

Temuan studi ini telah diterbitkan dalam jurnal PLoS One.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau