Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/08/2016, 19:17 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis

KOMPAS.com - Profesor Bella DePaulo bicara di depan konvensi tahunan American Psychological Association bahwa ia ingin menantang "kebijaksanaan konvensional" bahwa pernikahan membantu orang hidup lebih panjang, lebih bahagia dan sehat.

Ia mengatakan sudah meneliti lebih dari 800 studi berbeda yang dilaksanakan lebih dari 30 tahun yang menyebut orang-orang lajang.

"Penemuan yang ada bicara. Misalnya, riset membandingkan orang yang tetap lajang dan mereka yang tetap menikah. Hasilnya, lajang memiliki rasa kebulatan tekad lebih tinggi dan cenderung mengalami perkembangan dan pertumbuhan terus menerus sebagai pribadi," kata profesor dari University of California, Santa Barbara ini.

"Riset lain membuktikan, bahwa lajang menghargai pekerjaan dibandingkan mereka yang menikah. Studi lain tentang hidup orang lajang membuktikan, bahwa sikap mandiri orang yang melajang seumur hidup itu bermanfaat baik untuk mereka. Semakin mandiri, semakin kurang mereka mengalami emosi negatif. Bagi orang menikah, hal itu justru berkebalikan," katanya.

Di Inggris tercatat sebanyak 16,2 juta orang lajang dan 23,7 juta orang menikah, menurut Office for National Statistics tahun lalu. Sedangkan, pada 2002 terdapat sekitar 12,5 juta orang lajang dan lebih dari 23 juta orang menikah.

Profesor DePaulo menggambarkan dirinya selalu dan akan terus jadi lajang. Ia mengatakan alasan di balik kehidupan tak menikah yang relatif kurang populer itu "jarang diketahui."

"Meningkatnya jumlah orang lajang, karena mereka ingin demikian. Hidup melajang membuat mereka hidup mencapai yang terbaik, paling otentik dan paling berarti," katanya.

"Orang lajang lebih sering menghubungi orangtua, saudara, teman, tetangga dan rekan kerja dibandingkan orang menikah. Ketika seseorang menikah mereka menjadi terisolasi," ujarnya.

"Keasyikan dengan risiko kesepian dapat mengaburkan manfaat besar dari kesendirian. Inilah saat yang lebih akurat menggambarkan kehidupan orang lajang, mereka yang mengenali kekuatan sejati  adalah mereka yang lajang dan membuat hidup mereka jadi berarti," lanjutnya.

DePaulo mengatakan, pasangan menikah didukung oleh perayaan pernikahan dan perkawinan yang disebut matrimania. Sebaliknya, orang lajang adalah target dari singlisme - pemberian stereotip, stigma, marjinalisasi dan diskriminasi terhadap orang lajang.

Tetapi studi akademik tidak mendukung pemikiran, bahwa menikah itu memberikan hidup yang lebih bahagia dan sehat.

"Orang-orang akhirnya berakhir di mana ketika mereka masih lajang. Dengan kata lain, hasilnya berkebalikan dengan apa yang kita percayai," katanya.

"Para cerdik pandai mulai menyadari, bahwa relasi kasih sayang sejati tidak terbatas pada hubungan romantis atau cinta kasih antara orangtua dan anak-anak saja," ujarnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau