KOMPAS.com – "Dulu asumsi saya makan apa pun yang saya inginkan adalah cara mencintai diri sendiri. Ternyata itu adalah kesalahan besar. Kebiasaan itu membuat saya makan tanpa kontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan."
Itulah sepenggal pengalaman Mega Edyawati (20) saat bergelut dengan masalah berat badan berlebih. Belakangan, Mega berhasil menurunkan berat badan hingga 24 kilogram dalam waktu 12 minggu saja.
Apa rahasianya?
Sejak kecil berat badan Mega memang di atas rata-rata anak seusianya. Dia bahkan sering jadi bahan ledekan teman sebaya karena dianggap gemuk.
Sebenarnya, Mega tak menganggap gemuk sebagai hal negatif. Namun, dia juga berpendapat, mengapa harus bertubuh gemuk jika bisa memiliki tubuh ideal.
"Bukan hanya untuk penampilan, karena yang utama adalah untuk kesehatan. Ada pepatah mengatakan hidup cuma sekali dan nikmatilah," ucap mahasiswa jurusan marketing komunikasi ini seperti dikutip situs lighthouse-indonesia.com, Sabtu (23/1/2016).
Bak terlahir sebagai manusia baru, Mega berpikir untuk menikmati hidup dengan cara berbeda. Ia tak lagi menganggap kebahagiaan harus berasal dari pemenuhan hasrat makan.
Tak mudah
Meski sudah punya niat demikian, hidup sehat ternyata tidak mudah.
Awalnya, Mega melakukan diet bedasarkan tips dari internet. Berat badannya memang sempat turun tapi kemudian kembali naik dalam kurun waktu singkat. Ia mengakui saat itu belum memiliki cukup kontrol diri.
Perjalanan Mega dengan berat badannya, dicermati pula oleh spesialis penurunan berat badan, Grace Judio. Ia mengamati orang dengan kelebihan berat badan cenderung bermasalah dengan pola pikir mereka.
"Kurang termotivasi dan orangnya bandel-bandel. Padahal mereka tahu rambu-rambunya agar berat badan turun," kata Grace seperti dikutip situs Tabloid Nova, Kamis (22/1/2015).
Bukan hanya Mega, karyawan swasta Irvan Prasetyo (35) juga pernah punya masalah dengan berat badan. Sebelum mengikuti program diet, berat Irvan mencapai 108 kilogram. Kini, beratnya susut menjadi 82 kilogram saja.
Padahal, Irvan termasuk "doyan" makan. Awal mengikuti program dia mengaku tak begitu yakin mampu bertahan dari godaan makanan.
"Mau menu berat atau camilan pokoknya pemakan segala deh," aku Ivan soal kegemarannya makan.
Namun motivasi Irvan lebih tinggi ketimbang nafsu makannya. Ia ingin memiliki tubuh bugar hingga anak-anaknya menikah kelak. Ia pun berharap bisa menimang cucu dalam keadaan sehat.
"Dari mulai susah cari makanan sehat di Jakarta, diremehkan orang, ingin cheating kastangel favorit, sampai tengah malam mendadak craving nasi uduk Kebon Kacang," tutur Irvan.
Menurut Ivan, faktor penentu keberhasilan program diet adalah kontrol diri terhadap makanan dan pola hidup sehat. Hal ini tentu lahir karena motivasi tinggi.
"Saat awal (program diet), kontrol diri masih jelek enggak apa-apa, yang penting motivasi," papar Grace tentang tantangan diet.
"Dia harus tahu apa yang dilakukan, harus mau meningkatkan kontrol diri, dan di-update pengetahuannya," lanjut Grace.
Jika syarat tersebut tak terpenuhi, kemungkinan orang malah tergantung pada produk-produk pelangsing. Padahal, imbuh Grace, obat-obatan bukan segalanya dalam keberhasilan program diet.
Berubah pola pikir
Tak selalu mampu konsisten menjalani program diet sendiri, Mega dan Irvan memilih mengikuti kompetisi penurunan berat badan yang dilakukan di bawah pengawasan medis. Kompetisi berlangsung dalam jangka waktu tiga bulan.
Selama melakukan program diet, Mega membuat bekal makanan sendiri ke kampus. Ia mengatur pola makan dan rutin berolahraga di bawah pengawasan dokter, ahli gizi, dan tim medis yang disediakan panitia.
Mega diajarkan pula agar bijak "mendengarkan" kemauan tubuh. Menghargai tubuh dilakukan bukan lewat makanan saja.
"Saya tak hanya diajarkan tentang penurunan berat badan, tapi juga tentang kontrol diri," kata Mega.
Perubahan pola pikir juga dialami Irvan. Kebiasaan dan tingkah laku turut berubah. Ia rajin menyiapkan bekal setiap hari dan berolahraga kardio tiga kali seminggu di sela-sela waktu kerja. Junk food pun tak lagi dikonsumsi.
Kebiasaan baru lain Irvan adalah jeli membaca label kemasan makanan untuk konsumsi sehari-hari saat belanja. Makanan dan minuman kaleng pun keluar dari daftar belanjaan.
Menurunkan berat badan, menurut Grace bukan bicara soal gizi saja, tapi juga jumlah kalori. Mengetahui jumlah kalori yang masuk ke tubuh sangat penting. Makanan olahan gula, tepung, dan minyak seperti mie, kue, kerupuk, atau roti harus dihindari pula.
"Boleh melanggar tapi hanya untuk 'emergency' atau hari spesial, misalnya hari raya atau ulang tahun. Kalau dia sudah bisa mengatur kalori per hari, enggak ada acara khusus juga boleh melanggar," papar Grace.
Penurunan berat badan, kata Grace, melibatkan pula unsur psikologis orang tersebut. Banyak orang menderita eating disorder sehingga sulit memulai kebiasaan makan yang baik.
"Nah, kalau hanya diet tapi eating disorder yang jadi akar permasalahan—seperti lapar mata—tidak disembuhkan, percuma. Dengan obat saja enggak selesai," tegas Grace.
Ketekunan Mega dan Irvan menjalani program penurunan berat badan di bawah pengawasan ahli medis klinik Lighthouse berbuah manis. Tak hanya mencapai berat ideal, mereka pun berhasil menjadi pemenang kompetisi "Lightweight Challenge" 2016.
Dalam kompetisi tersebut, peserta dengan masalah berat badan akan mengikuti program penurunan berat badan di klinik Lighthouse selama tiga bulan. Mereka ditemani dokter, psikolog, perawat, ahli gizi, dan dokter spesialis olahraga saat menjalani program diet.
Nah, tertarik hidup sehat sekaligus jadi juara Lightweight Challenge selanjutnya?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.