Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/09/2016, 16:00 WIB
Kompasianer Dokter Andri Psikiater

Penulis

Sudah 8 tahun saya berkecimpung di dunia psikiatri sebagai psikiater dan 4 tahun sebelumnya sebagai peserta didik di RSCM-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Itu artinya sudah 12 tahun saya berhadapan dengan pasien-pasien gangguan psikiatri.

Sepulang dari Amerika Serikat mengikuti kursus psikosomatik di sana tahun 2010 saya memutuskan untuk lebih fokus menangani kasus-kasus psikosomatik yang biasanya dilatarbelakangi oleh gangguan cemas.

Tipe Gangguan Cemas

Gangguan cemas memiliki berbagai macam tipe. Dalam praktek sehari-hari yang sering dihadapi sehari-hari adalah gangguan cemas panik (lebih sering disebut gangguan panik) dan gangguan cemas menyeluruh.

Tipe gangguan cemas lain seperti Fobia Sosial, Fobia Spesifik, Gangguan Cemas Pasca Trauma dan Gangguan Obsesif Kompulsif juga sering ditemukan walaupun dalam persentase yang lebih sedikit.

Gangguan cemas menjadi menarik untuk didalami karena kebanyakan muncul sebagai keluhan fisik yang membuat pasien datang pertama kali ke dokter non-psikiater. Dokter Jantung, dokter saraf dan dokter penyakit dalam adalah beberapa dokter yang sering didatangi oleh pasien gangguan kecemasan.

Gejala fisik seperti jantung berdebar, gangguan lambung berkepanjangan, sesak nafas, kelelahan kronis dan rasa nyeri yang tidak jelas adalah beberapa keluhan utama yang sering ditemukan. Pasien biasanya datang ke psikiater ketika sudah lelah berkunjung ke banyak dokter dan tidak menemukan adanya dasar dari gejalanya tersebut.

Hal inilah yang membuat masalah pada pasien menjadi lebih kompleks, apalagi jika dokter yang menangani tidak pernah menyingung kemungkinan adanya masalah gangguan psikiatri yang menjadi dasar gejala fisik yang dialami pasien.

Terapi Gangguan Kecemasan

Jika menilik pada kondisi pasien cemas, tentunya terapi di bidang psikiatri berkaitan dengan bagaimana menghilangkan kecemasan pasien. Artinya, secara mudah diingat pasien diterapi dengan mengggunakan obat yang mempunyai efek anticemas.

Obat anticemas yang selama ini dikenal di kalangan dokter adalah obat golongan benzodiazepine. Obat ini adalah obat yang mempunyai efek menenangkan dengan berfokus menekan fungsi GABA di otak. EFeknya buat pasien bisa menenangkan (sedasi) dan atau juga membuat tidur (hipnotik).

Beberapa jenis obat ini dengan nama generik yang dikenal di pasaran adalah alprazolam, diazepam, clonazepam, clobazam, estazolam. Merek obat ini tentunya banyak macamnya karena sudah dikenal luas di kalangan dokter dan juga masyarakat.

Dulu bahkan masyarakat dari mulut ke mulut mengetahui obat jenis ini dan membelinya sendiri sebagai obat tidur. Tidak heran ditemukan berbagai macam kasus ketergantungan obat ini sampai tahunan karena penggunaannya yang tidak tepat.

Sebenarnya sejak beberapa tahun belakangan ini terapi gangguan kecemasan sudah beralih dari penggunaan benzodiazepine ke penggunaan obat-obat antidepresan golongan SSRI dan SNRI. Dalam International Journal of Psychiatry in Clinical Practice,2012; 16: 77–84.

Terapi lini pertama dan yang direkomendasikan pada penggunaannya di klinik adalah obat-obat SSRI dan SNRI. Secara ilmiah obat SSRI dan SNRI ini memiliki level of evidence A dan direkomendasikan dalam praktek sehari hari sebagai terapi pertama (level of recommendation : 1).

Sedangkan penggunan anticemas untuk kasus gangguan kecemasan terbatas untuk gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh bisa dilihat pada tabel ini (sumber International Journal of Psychiatry in Clinical Practice,2012; 16: 77–84)

Dari tabel itu bisa diketahui bahwa level of evidence penggunaan benzodiazepine adalah A tapi direkomendasikan di dalam klinik sebagai lini kedua. Artinya, jika ada obat antidepresan SSRI atau SNRI maka penggunaan benzodiazepine hanya dimaksudkan untuk rekomendasi kedua.

Bagaimana di keseharian praktek? Dalam keseharian praktek kita menggunakan antidepresan berbarengan dengan anticemas pada kasus gangguan cemas. Hal ini dikarenakan penggunaan antidepresan SSRI atau SNRI memiliki tenggang wktu untuk mempunyai efek mengatasi gangguan cemas.

Biasanya butuh setidaknya dua minggu agar obat antidepresan SSRI bekerja. Sehingga kebanyakan dokter akan meresepkan obat anticemas sebagai terapi awal untuk mengatasi kecemasan yang dialami pasien. Hal ini biasanya membuat pasien lebih nyaman.

Dokter biasanya akan merekomendasikan untuk mengurangi penggunaan benzodiazepine dan bahkan melepasnya jika efek obat antidepresan telah diperolah. Penggunaan anticemas sendiri di awal terapi penting karena banyak pasien yang tidak tahan dengan efek samping awal antidepresan serotonin sperti SSRI dan SNRI karena lebih sering menimbulkan kecemasan di awal penggunaan. Penggunaan anticemas sedikit banyak untuk mengurangi efek samping ini.

Terapi obat bukan satu-satunya terapi untuk gangguan cemas. Bagaimanapun kondisi gangguan kecemasan kita pahami melibatkan banyak faktor termasuk kepribadian pasien sendiri (sudah dibahas sebelumnya dalam artikel ini. Psikoterapi juga merupakan salah satu modalitas untuk terapi gangguan kecemasan selain obat.

Semoga informasi singkat ini bisa bermanfaat.

Salam Sehat Jiwa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau