Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2017, 12:01 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis

KOMPAS.com - Mengikuti diet yang meniru puasa mungkin bermanfaat mengurangi faktor-faktor risiko penyakit di kalangan masyarakat yang umumnya sehat. Ini ditemukan dalam sebuah studi kecil.

Dr Min Wei dari UCLA Longevity Institute dan rekan-rekannya menguji efek diet yang meniru puasa dan pengaruhnya pada berbagai faktor risiko diabetes, penyakit jantung, kanker dan penyakit-penyakit lain.

Diet tersebut (FMD; nama merek ProLon) adalah diet rendah kalori, gula dan protein namun tinggi lemak tak jenuh.

Sebanyak 48 peserta studi makan dengan normal selama tiga bulan, sementara 52 orang makan diet FMD selama lima hari setiap bulan dan sisanya tetap makan dengan normal.

Setelah tiga bulan, kelompok itu berganti diet. Kendati semua peserta tergolong sehat, beberapa punya tekanan darah tinggi, kadar kolesterol sehat rendah dan beberapa faktor risiko lainnya.

Total sebanyak 71 orang menyelesaikan studi yang diterbitkan di Science Translational Medicine itu. Indeks massa tubuh, tekanan darah, gula darah dan koleterol membaik bersama FMD tetapi hal ini utamanya terjadi pada mereka yang sudah berisiko.

Efek samping dietnya terhitung ringan seperti kelelahan, lemah dan sakit kepala.

Dr Joseph Antoun, CEO L-Nutra Inc yang memproduksi FMD mengatakan, FMD ditujukan untuk digunakan orang yang ingin mengoptimalkan kesehatannya, untuk orang kelebihan berat badan yang ingin menurunkan berat badan secara mudah dan sehat, dan oleh mereka yang punya biomarker di kadar abnormal untuk penuaan dan penyakit yang berkaitan dengan usia.

Antoun mengakui bahwa jika kita punya penyakit lazim yang berhubungan dengan kelebihan berat badan dan obesitas seperti diabetes, penyakit kardiovaskular dan kanker, kita tak boleh menerapkan FMD tanpa konsultasi dokter.

Produk itu pun tak boleh digunakan anak-anak di bawah 18 tahun atau wanita hamil dan menyusui. Diet ini pun tak dibolehkan untuk penderita metabolik tertentu seperti lever atau penyakit ginjal yang mungkin akan dipengaruhi oleh kadar glukosa sangat rendah dan kandungan protein dalam diet atau untuk penderita alergi kedelai dan kacang.

Diet ini juga tak boleh dikombinasikan dengan obat penurun glukosa seperti metformin atau insulin.

Ahli gizi Ashlea Braun dari Ohio State University Wexner Medical Center di Colombus menunjuk bahwa peneliti membandingkan diet peniru puasa dengan pola makan biasa. "Oleh karena itu, kita belum tahu bagaimana diet ini melawan pendekatan pola makan yang sudah lama yang terbukti bermanfaat seperti diet Mediterania atau DASH," katanya.

"Masih belum jelas jika FMD memungkinkan seseorang secara konsisten memenuhi semua kebutuhan mikronutrisinya," katanya.

Juga masih belum diketahui bagaiman diet restriktif ini mempengaruhi massa otot dalam jangka panjang dan dampaknya terhadap berbagai indikator kesehatan.

"Kendati ada bukti bahwa jenis diet restriktif ini membantu membuat orang mengubah gaya hidup, lebih banyak riset lagi dibutuhkan sebelum diet ini direkomendasikan bagi banyak orang," simpul Braun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau