KOMPAS.com - Tahun 2019 akan segera berlalu dalam hitungan hari. Sepanjang tahun ini, berbagai isu mewarnai pemberitaan media.
Tak terkecuali mengenai isu-isu kesehatan. Kabar buruknya, tak semua isu-isu dapat dipercaya.
Setidaknya ada 9 isu kesehatan yang telah dikonfirmasi merupakan berita palsu alias hoaks.
Konfirmasi ini didapatkan Kompas.com melalui wawancara kepada dokter ahli. Lalu, apa saja hoaks kesehatan yang sempat viral sepanjang tahun 2019?
Menjelang bulan Ramadhan pada awal Mei 2019 lalu, muncul pesan berantai yang tersebar di aplikasi WhatsApp berisi imbauan mencuci kurma yang berasal dari Timur Tengah.
Alasan yang diungkapkan dalam pesan tersebut karena jenis kurma itu mengandung virus corona dari kelelawar.
Ketika dihubungi Kompas.com pada Selasa (07/05/2019), Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik (PTVz), dr Siti Nadia Tirmizi menyampaikan bahwa kabar virus corona yang dibawa kelelawar untuk ditularkan ke manusia melalui kurma adalah hoaks.
"Kalau kelelawar merupakan vektor dari corona virus, tapi kalau berhubungan dengan kurma itu hoaks ya," ujar Siti.
Selain itu, dr Siti juga mengungkapkan bahwa ada perbedaan penyakit akibat virus corona pada kelelawar dan virus corona pada manusia.
Dia menegaskan, virus corona pada kelelawar bukan menyebabkan infeksi virus corona pada manusia.
Ditambah lagi, hingga saat ini belum ada bukti yang kuat bahwa manusia dapat terinfeksi dari kelelawar yang mengandung virus corona.
Baca juga: Pesan Kurma Timur Tengah Membawa Virus Corona Hoaks, Jangan Percaya
Masih di bulan Mei 2019, muncul isu yang menyebut bahwa obat paracetamol mengandung virus mematikan.
Isu ini muncul melalui media sosial Facebook. Narasi yang beredar menyebut, obat paracetamol P-500 mengandung virus Machupo.
Pesan ini juga disertai dengan foto dua orang yang mengalami bintik-bintik di sekujur tubuh mereka.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito membantahnya.
"Isu tersebut adalah hoaks. Badan POM tidak pernah menemukan hal-hal seperti yang diisukan tersebut, termasuk kandungan virus Machupo dalam produk obat," kata Penny kepada Kompas.com, Kamis (24/5/2019) pagi.
"Sampai saat ini Badan POM tidak pernah menerima laporan kredibel yang mendukung klaim bahwa virus Machupo telah ditemukan dalam produk obat parasetamol atau produk obat lainnya," ujar Penny.
Penny juga menjelaskan, penyebaran virus Machupo dapat melalui udara, makanan, atau kontak langsung.
Lebih jauh, virus Machupo dapat bersumber dari air liur, urine, atau feses hewan pengerat yang terinfeksi dan menjadi pembawa (reservoir).
Baca juga: [HOAKS] Obat Paracetamol Mengandung Virus Mematikan
Sekitar bulan Oktober lalu, muncul pesan berantai di aplikasi perpesanan WhatsApp yang menyebut khasiat air kelapa.
Pesan tersebut berisi testimoni seseorang yang mengklaim berhasil menyembuhkan penyakit batu ginjal dengan mengonsumsi air kelapa.
Pesan juga dilengkapi dengan jenis dan cara konsumsi air kelapa tersebut.
Melihat keviralan pesan ini, Kompas.com menghubungi dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal dan hipertensi, dr Tunggul Situmorang, Sp. PD-KGH dari Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.
"Terkait khasiat air kelapa hijau tidak bisa kasih komentar karena belum pernah saya baca ada penelitian tentang itu," kata Tunggul, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (19/10/2019).
Menurut Tunggul, dalam dunia kedokteran, apa yang diyakini benar harus berdasarkan fakta atau evidence based medicine (EBM) dan bukan testimoni seperti pesan tersebut semata.
Lebih lanjut, Tunggul menjelaskan, dalam dunia kedokteran, batu ginjal ada beberapa jenisnya.
Penyakit ini, menurut Tunggul, dapat diobati dan disembuhkan, bahkan bisa dicegah agar tidak timbul kembali.
"Hal batu ginjal sangat jelas dalam ilmu kedokteran mulai dari penyebabnya, jenis-jenisnya, proses terjadinya, pengobatannya, dan pencegahannya yang sudah berbasis EBM," kata dia.
Tunggul juga mengimbau agar masyarakat tak mudah percaya terhadap informasi yang belum dipastikan kebenarannya seperti pesan tersebut.
Baca juga: Beredar Pesan Berantai Air Kelapa Bisa Sembuhkan Batu Ginjal, Benarkah?