Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada, Suka Makan Es Batu Berisiko Rusak Gigi dan Tanda Anemia

Kompas.com - 15/01/2020, 12:00 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

KOMPAS.com - Banyak orang punya kebiasaan mengunyah atau makan es batu.

Setelah menyeruput segelas minuman dingin, sisa es batu yang tertinggal di dalam gelas tandas dikunyah.

Beberapa orang beranggapan, es batu terbuat dari air bersih yang dibekukan.

Sehingga tidak ada kekhawatiran karena nihil mengandung gula, pengawet, atau zat berbahaya lainnya.

Kendati demikian, es batu teksturnya cukup keras dan dapat mengiritasi jaringan lunak dalam gigi.

Baca juga: Suka Makan Es Batu hingga Fobia Balon Meletus, Kesamaan Nadya dan Nabila, Kembar yang Dipertemukan Twitter

Dapat merusak gigi

Melansir Medical News Today, kebiasaan makan es batu dapat merusak kesehatan gigi.

Bahan makanan yang cenderung dingin ini dapat merusak email atau lapisan putih yang melapisi dan melindungi gigi.

Walaupun email cukup kokoh, namun begitu rusak, tubuh Anda tidak dapat memperbaikinya kembali.

Kondisi email gigi yang rusak dapat menyebabkan gigi sensitif, warna gigi memudar, gigi berlubang, sampai patah.

Selain merusak lapisan enamel gigi, kebiasaan makan es batu juga bisa menimbulkan sindrom gigi retak.

Baca juga: Ngilu Sakit Gigi Terasa Sangat Mengganggu? Ini Cara Alami Mengatasinya

Melansir Hello Sehat, sindrom gigi retak sekilas tak kasat mata. Selain itu, gejalanya juga timbul dan tenggelam.

Ada kalanya, penderita sindrom gigi retak merasakan ngilu di giginya. Tak lama berselang, gejalanya menghilang begitu saja.

Walaupun tak kelihatan, keretakan gigi bisa mencapai jaringan halus pada gigi yang berisi saraf dan pembuluh darah.

Tekanan pada gigi yang kuat seperti saat makan es batu, dapat membuka retakan tersebut dan mengiritasi pulpa.

Akibatnya, gigi jadi lebih sensitif pada makanan atau minuman yang suhu dan rasanya ekstrem.

Saat penderita sindrom gigi retak mengunyah, tekanan pada gigi menghilang, dan digantikan rasa ngilu di retakan.

Orang yang doyan makan es batu dalam jangka panjang perlu memperbaiki gigi berlubang dan mengganti tambalan yang hilang.

Indikasi masalah kesehatan

Orang yang punya kebiasaan mengunyah atau makan es batu disebut pagophagia.

Pagophagia merupakan bagian dari pica, penyakit yang membuat pengidapnya punya orientasi makanan tak lazim.

Pica jamak menyertai gangguan mental lain seperti autisme, skizofrenia, dan membuat orang-orang mendambakan makanan yang nyata-nyata tidak memiliki kandungan gizi.

Pica umumnya menyerang anak-anak. Sedangkan gangguan perilaku pagofagia dapat memengaruhi orang dewasa dan anak-anak.

Menurut laman resmi Dental Plans, pica dapat muncul akibat seseorang mengalami kekurangan suatu nutrisi tertentu pada tubuh.

Pada pagophagia, kondisi tersebut muncul akibat penderita mengalami kekurangan zat besi atau anemia.

Baca juga: Bau Mulut? Cegah dengan Bersihkan Lidah Selama 2 Menit

Untuk menentukan seseorang mengalami gangguan perilaku pagophagia atau kecanduan mengunyah es, orang tersebut harus punya gejala paling tidak sebulan nonsetop.

Seseorang yang mengalami kondisi ini biasanya mencari es terus-menerus, bahkan dapat mengunyah es dari freezer untuk memenuhi keinginannya.

Selain itu, beberapa masalah emosional lain juga bisa memicu orang ingin makan es batu.

Misalnya, dalam kondisi stres seseorang yang makan es batu jadi lebih tenang.

Kondisi lain yang bisa memicu orang doyan makan es batu adalah obsessive-compulsive disorder (OCD).

OCD adalah kondisi kesehatan mental yang mengarah pada perilaku kompulsif atau pikiran obsesif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau