Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Bersama Membasmi TBC

Kompas.com - 23/06/2022, 09:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Yang mengkhawatirkan, sebagian besar dari mereka yang tidak menerima pengobatan untuk penyembuhan dan pencegahan itu adalah anak-anak.

Indonesia menyumbang kasus TBC terbanyak ketiga di dunia pada 2020, dengan 824.000 kasus, setelah India (2,5 juta kasus) dan China (842.000 kasus). Indonesia juga menyumbang dua pertiga kasus TBC baru di dunia.

Mengapa TBC bisa bertahan seabad lebih sejak mulai ditangani pemerintah kolonial Belanda tahun 1908?

Kendala yang dihadapi penderita TBC pada umumnya adalah kurangnya kedisiplinan untuk meminum obat yang memang sangat ketat.

Pengobatan sampai tuntas memerlukan waktu 6-9 bulan, dan selama itu pasien harus minum minimal empat macam obat yang diberikan dokter setiap hari.

Penderita TBC seringkali diharuskan pergi ke rumah sakit/puskesmas/klinik secara periodik untuk memperoleh obat dan menjalani pemeriksaan rutin.

Walaupun biaya pengobatan gratis, namun penderita TBC harus mengeluarkan biaya dan waktu untuk pergi ke fasilitas kesehatan tersebut selama masa pengobatan.

Kesulitan keuangan untuk pergi berobat menyebabkan sebagian penderita berhenti berobat sama sekali, dengan segala konsekuensinya.

Terjangkitnya TBC dapat terjadi karena pilihan hidup sendiri, seperti kebiasaan merokok dan kurang menjaga kebersihan diri, termasuk menggunakan masker pada saat diperlukan, tetapi juga karena kondisi lingkungan.

Permukiman padat, sanitasi buruk, keterbatasan air bersih, udara yang lembab dan sedikitnya paparan matahari membuat risiko penularan kuman tinggi.

Maka program perbaikan kampung merupakan upaya mencegah penularan TBC yang cukup signifikan.

Apapun penyebabnya, penderita TBC sungguh mengalami nasib yang kurang menguntungkan. Selain penderitaan fisik karena batuk yang terus menerus, mereka juga sering dikucilkan secara sosial karena orang lain merasa terganggu dan khawatir tertular TBC.

Mereka juga mengalami kerugian secara ekonomi yang tidak kecil nilainya, karena berkurangnya waktu produktif dan menurunnya penghasilan, bertambahnya biaya transportasi, berkurangnya konsumsi, berkurangnya waktu untuk bersantai dan mengurus rumah tangga.

Pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir ini mungkin sekali menambah kesulitan penderita TBC.

Mereka terkendala untuk berobat ke rumah sakit akibat pembatasan mobilitas masyarakat, dan pelayanan yang menurun karena sumber daya dana dan tenaga medis nasional tercurah untuk mengatasi Covid-19.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau