SALAH seorang teman sejawat yang juga pembaca setia tulisan-tulisan saya, pernah menanyakan hubungan glukosa dan gangguan saraf. Lalu saya jelaskan sangat erat.
Hal ini berhubungan produksi dan pelepasan asetil kolin. Asetil kolin merupakan neurotransmitter utama.
Hampir semua aksi saraf berhubungan dengan produksi dan pelepasan asetil kolin. Itulah sebabnya reseptor saraf dinamakan reseptor kolinergik. Artinya reseptor yang bisa menerima asetil kolin.
Begitupun dengan obat-obatan mengikuti kinerja asetil kolin. Sehingga dikenal obat yang menghambat pemecahan asetil kolin (inhibitor kolinesterase) dan ada obat yang menghambat pembentukan asetil kolin (inhibitor kolintransferase).
Ada juga obat yang bekerja pada reseptor kolinergik. Bersifat antikolinergik berefek berlawanan. Ada juga yang bersifat kolinergik, berefek sama dengan asetil kolin.
Sehingga peran glukosa yang berhubungan dengan produksi dan pelepasan asetil kolin menjadi sangat penting.
Hampir semua gangguan saraf berhubungan dengan produksi dan pelepasan asetil kolin. Hingga pengendalian asupan glukosa sangat penting dalam penanggulangan gangguan saraf.
Kalau autisme bisa tidak diterapkan hal itu? tanya sejawat tersebut.
Seharusnya bisa, jawab saya.
Akhirnya sejawat tersebut bercerita jika memiliki seorang anak yang didiagnosa mengalami autisme. Dia meminta saran untuk menangani secara autofagi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.