Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Mencukupi Kebutuhan Dokter

Kompas.com - 28/10/2022, 13:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dari 10.292 puskesmas yang tersebar di seluruh kabupaten/kota (2021), 9,6 persen di antaranya masih belum memenuhi standar satu dokter untuk puskesmas non rawat inap dan dua dokter untuk puskesmas rawat inap (Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun 2014). Bahkan ada ratusan puskesmas yang tidak memiliki dokter.

Papua adalah provinsi yang terparah dalam masalah kekurangan dokter. Hampir 50 persen dari semua puskesmas yang ada tidak memiliki dokter.

Daerah lain yang serupa adalah Maluku, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Barat.

Sesama warga bangsa yang berada di sana tidak memiliki peluang yang sama dalam mengakses pelayanan kesehatan paling dasar. Ini tentu bukan keadaan yang ideal.

Pemenuhan kebutuhan dokter

Kebutuhan dokter diisi oleh lulusan pendidikan kedokteran negeri dan swasta yang tersebar di seluruh provinsi (di luar provinsi baru). Setiap tahun sebanyak 12.000 - 13.000 dokter dihasilkan oleh 92 fakultas kedokteran (Sukman Tulus Putra, 2022).

Dengan pertambahan 3 juta penduduk per tahun, dibutuhkan tambahan dokter sebanyak 3.000 dokter.

Dari 13.000 lulusan, kekurangan jumlah dokter sebanyak 130.000 dokter sebagaimana diuraikan di bagian terdahulu akan berkurang setiap tahun sebanyak 10.000 dokter.

Dengan demikian, diperlukan waktu 13 tahun untuk memenuhi kebutuhan dokter. Tentu ini bukan waktu yang sebentar, perlu dipersingkat menjadi 3-5 tahun.

Pemenuhan kebutuhan dokter spesialis juga perlu disegerakan, demikian juga perawat dan tenaga kesehatan lain.

Risiko dari semakin lamanya menutupi kekurangan jumlah dokter adalah lebih tingginya tingkat mortalitas, besarnya biaya oportunitas karena produktivitas yang hilang karena lamanya pasien menderita, dan semakin lebarnya kesenjangan tingkat kesehatan antardaerah.

Pemerintah tentu saja sudah menyadari kekurangan jumlah dokter saat ini. Beberapa upaya telah dilakukan untuk menutup kekurangan itu.

Di antaranya adalah penambahan kuota mahasiswa kedokteran dan penambahan program spesialis pada beberapa fakultas kedokteran.

Kebijakan afirmatif itu dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No 02/KB/22 tentang Peningkatan Kuota Penerimaan Mahasiswa Program Sarjana Kedokteran, Program Dokter Spesialis, dan Penambahan Program Studi Dokter Spesialis.

Dalam SKB itu kuota penerimaan mahasiswa program sarjana untuk fakultas kedokteran terakreditasi A dapat ditingkatkan dengan daya tampung maksimal. Sedangkan untuk fakultas kedokteran akreditasi B dapat ditingkatkan 10 persen dari kuota saat ini.

Untuk memperbanyak dokter spesialis, program studi yang dapat ditambahkan antara lain spesialis penyakit dalam, bedah, anak, obstetri ginekologi, radiologi, anestesi, patologi klinik, dan spesialis untuk penanganan penyakit prioritas seperti jantung, stroke, kanker, dan urologi-nefrologi.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau