Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDI: Praktik Pemberian Surat Sakit Online Langgar Aturan Kedokteran

Kompas.com - 28/12/2022, 13:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Praktik dokter yang memberikan surat sakit online 15 menit berpotensi melanggar aturan.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengingatkan bahwa ada kode etik dan disiplin hukum yang harus diikuti dokter sebelum mengeluarkan surat sakit kepada pasien.

Ketua Bidang Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI Dr Beni Satria mengatakan bahwa seorang dokter harus melakukan rangkaian pemeriksaan kedokteran yang benar untuk bisa memberikan surat sakit pasien.

Baca juga: IDI Siapkan Rekomendasi untuk Vaksin Cacar Monyet

"Minimal wawancara pasien atau anamnesis dan pemeriksaan fisik secara langsung," kata Dr Beni dalam Media Briefing via Zoom, pada Selasa (27/12/2022).

Kemudian, surat keterangan sakit oleh dokter harus dibuat berdasarkan kondisi sakit pasien dan ditujukan untuk upaya penyembuhannya.

Iklan telemedicine yang sedang viral saat ini menjadi tidak sesuai dengan aturan kedokteran yang berlaku.

"Hati-hati, di dalam kode etik kedokteran di pasal 7 ada ketentuan yang mengatur, dokter dilarang mengeluarkan surat keterangan sakit ada atau tidak adanya penyakit, sementara dia tidak mengetahui kebenarannya," terang Dr. Beni.

Sebuah iklan di KRL menawarkan pembuatan surat sakit online yang hanya butuh waktu 15 menit langsung jadi.

Baca juga: Cacar Monyet Masuk Indonesia, IDI Minta Masyarakat Tidak Panik

Iklan tersebut ramai dibicarakan pengguna media sosial setelah dokter Kurniawan Satria Denta menggunggah foto iklan tersebut di Twitter.

"Iklan di KRL pagi ini, full branding tawaran untuk dapat surat sakit secara online. Huehuehue. Berani bener dokter2 yang mau bermitra di sini," tulis Dr. Denta untuk keterangan foto unggahannya.

Dokter praktik yang mengeluarkan surat sakit online 15 menit itu berpotensi melanggar Pasal 7 Kewajiban Umum Kode Etik Kedokteran Indonesia.

"Bahkan, bisa dikatakan melanggar Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) Nomor 4 Pasal 3 Ayat 2," ujar Dr. Beni.

Ancamannya pelanggaran aturan kedokteran ini cukup serius, kata Dr. Beni, "Bisa berupa pencabutan surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP)."

Baca juga: Bahaya Kemasan Plastik BPA Makanan dan Minuman, IDI Beri 5 Rekomendasi

Bagaimana rangkaian pemeriksaan kedokteran yang benar untuk mengeluarkan surat sakit pasien?

Penerbitan surat keterangan sakit diatur dalam Pasal 7 Kewajiban Umum Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa seorang dokter bisa memberi surat keterangan dan pendapat hanya setelah memeriksa sendiri kebenarannya.

Adapun rangkaian pemeriksaan kedokteran yang harus dijalankan oleh seorang dokter sebagai berikut:

  • Mewawancarai pasien (anamnesis)

"Dalam istilah polisi ini adalah interograsi untuk membuat BAP," kata Ketua BHP2A PB IDI Dr Beni Satria.

Di sini dokter menggali informasi kesehatan pasien.

Misalnya, kalau mengalami pusing, pusingnya berapa lama. Jika batuk, batuknya berapa lama dan batuknya berdahak atau kering.

  • Memeriksaa fisik pasien

Setelah mewawancarai pasien, dokter harus memeriksa fisik dan mental pasiennya. Wawancara saja tidak cukup.

Kalau pasien mengeluh batuk, dokter harus menggunakan stetoskop untuk mengecek kondisi paru-paru pasien.

Jika pasiennya mengeluh anemia, dokter akan melihat kondisi tangan, bibir, dan mata, apakah ada menandakan pucat atau tidak.

Dokter mungkin juga akan mengetes kemampuan fisik pasien, misalnya untuk berdiri, jongkok, jalan.

"Kalau memang bisa beraktivitas tentu tidak bisa dikategorikan sakit yang membutuhkan istirahat lama," ujar Dr. Beni.

Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak Lagi, IDI Minta Tenaga Medis Waspada

  • Pemeriksaan penunjang

Pada tahap ini dokter akan mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan, seperti cek laboratorium, CT scan, radiologi, atau MRI.

Pemeriksaan penunjang menyesuaikan dengan informasi yang didapat dokter pada saat anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui penyebab dari kondisi pasien. Misalnya, jika pasien mengeluh batuk terus-menerus.

"Rontgen atau CT scan untuk melihat gambaran paru-parunya mungkin perlu. Ini untuk mengecek apakah ada bercak atau tumor, karena ada banyak kondisi paru-paru yang menyebabkan orang batuk-batuk," ungkapnya.

  • Penegakkan diagnosis

Pada tahap ini dokter akan menentukan diagnosis terhadap kondisi kesehatan pasien.
Adakalanya pemeriksaan fisik sama, diagnosis berbeda, karena gejala bisa sama dari penyakit yang berbeda. Misalnya, pada penyakit bronkitis dan pneumonia.

Sesuai diagnosa yang diberikan, dokter menentukan apakah pasien bisa berobat jalan, rawat inap, atau istirahat di rumah beberapa hari sudah cukup.

Kemudian, dokter akan meresepkan obat untuk ditebus pasien disertai dengan penjelasan tentang penggunaan obat dan efek sampingnya, jika ada.

"Setelah wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakkan diagnosis, pemberian resep, barulah dokter bisa mengeluarkan surat sakit pasien. Ini adalah rangkaian yang harus dilakukan dokter secara berurutan," ungkapnya.

"Jika dokter baru bertemu dengan seorang pasien melalui telemedicine, dokter tentu tidak bisa melakukan pemeriksaan fisik, diagnosis, dan mengeluarkan surat sakit," tambahnya menyinggung praktik dokter pemberi surat sakit online 15 menit.

Baca juga: BPOM Terbitkan Izin Vaksin Covid-19 Anak 6 Bulan, Berapa Dosisnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau