TOKYO, KOMPAS.com - Jepang intens membuat inisiatif untuk mengendalikan penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi masyarakat setempat sejak beberapa tahun terakhir. Salah satunya, lewat program edukasi makan atau Shokuiku.
Untuk diketahui, shokuiku adalah pendidikan makan yang mengajarkan kebiasaan makan dengan komposisi gizi lengkap dan seimbang, etika makan, sampai kultur menghargai makanan.
Program edukasi ini secara serempak diterapkan di sekolah-sekolah sejak dini pada jam makan siang.
Baca juga: Menilik Praktik Shokuiku, Edukasi Makan Sehat sejak Dini ala Jepang
Seperti persoalan kesehatan di beberapa negara lain termasuk Indonesia, hipertensi adalah salah satu masalah kesehatan yang mengancam kesehatan warga Jepang.
Penyakit ini perlu diwaspadai dan dikendalikan karena menjadi faktor utama penyebab serangan jantung dan stroke.
Pakar gizi dari Kanagawa Institute of Technology Jepang Profesor Naomi Aiba menjelaskan, kasus hipertensi di Jepang turut dipengaruhi maraknya makanan cepat saji, makanan olahan, sampai kebiasaan jajan.
“Di Jepang banyak kasus badan kurus tapi punya sindrom metabolik (gangguan tekanan darah, gula darah, sekaligus kolesterol tinggi),” kata Aiba di forum kuliah terbuka Shokuiku (Dietary Education) yang digelar Yakult, di Hamamatsucho, Minato, Tokyo, Kamis (25/5/2023).
Untuk mengendalikan hipertensi, Aiba menyebutkan program Shokuiku yang diterapkan di sekolah-sekolah turut mengendalikan tekanan darah dengan cara menekan penggunaan garam atau natrium.
Baca juga: Kenali Apa itu Shokuiku, Edukasi Membentuk Pola Makan Sehat ala Jepang
Profesor Naomi Aiba menyampaikan, Jepang menetapkan menu makan siang Shokuiku menggunakan aturan komposisi gizi yang ketat untuk mengendalikan penyakit kronis seperti hipertensi.
Regulasi tersebut turut mengatur jumlah kalori, protein, lemak, garam, kalsium, magnesium, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, dan serat dari menu yang disiapkan ahli gizi sekolah.
Aiba memberikan gambaran, aturan konsumsi garam untuk menu makan siang anak sekolah pada 2008 untuk usia 6-7 tahun maksimal 2 gram, usia 8-9 tahun maksimal 2,5 gram, dan usia 10-14 tahun maksimal 3 gram.
Konsumsi garam untuk menu makan siang di sekolah tersebut lantas diturunkan pada 2021. Penggunaan garam untuk anak usia 6-7 tahun direvisi maksimal 1,5 gram, usia 8-11 tahun maksimal 2 gram, dan usia 12-14 tahun maksimal 2,5 gram.
“Penggunaan garam atau natrium di Jepang turun signifikan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Penurunan konsumsi garam ini efektif menurunkan tekanan darah,” beber Aiba.
Menurut Aiba, penurunan tekanan darah, khususnya sistolik, dapat meningkatkan kualitas hidup sekaligus menurunkan risiko dan kematian akibat penyakit hipertensi seperti stroke dan serangan jantung.
“Membiasakan lidah anak-anak dengan makanan yang sudah dikontrol garam, gula, dan kalorinya, ke depan mereka terbiasa membuat pilihan makanan yang lebih sehat,” kata Aiba.
Baca juga: Yuk, Intip Menu Makan Siang Murid SD di Jepang ala Shokuiku yang Lezat dan Sehat
Ahli gizi dari sekolah dasar St. Dominic’s Institute di Okamoto, Setagaya, Tokyo, Jepang Namekawa menjelaskan, pihaknya punya strategi khusus untuk mencegah konsumsi garam berlebihan pada menu makan siang Shokuiku yang disiapkan di sekolah.
“Sebisa mungkin anak-anak dibiasakan menikmati makanan sealami mungkin dengan rasa yang ringan, tanpa perlu penyedap, dengan lebih sedikit garam dan gula,” jelas Namekawa, saat ditemui di sekolah setempat, Rabu (24/5/2023).
Menurut Namekawa, pihak sekolah sebisa mungkin menyiapkan dan mengolah sendiri semua menu makan siang yang diberikan kepada murid.
Ia menyebut, segala jenis masakan, termasuk saus untuk salad dibuat sendiri tanpa menggunakan bumbu instan. Begitu juga dengan mi atau udon yang dibuat tanpa garam tambahan dan rendah natrium.
Meskipun setiap menu makan siang dibuat sealami mungkin, bukan berarti cita rasa makanan hambar.
Namekawa menjelaskan, pihaknya memakai beberapa bahan alami untuk membuat cita rasa umami atau gurih alami pada setiap sajian.
“Untuk kuah atau sup, kami buat dari campuran katsuobushi (serutan ikan tuna asap), rumput laut, dan tulang ayam. Untuk menambah rasa pada kaldu ayam, kami tambahkan sisa-sisa sayuran yang direbus dalam waktu lama agar lebih sedap,” imbuh Namekawa.
Baca juga: 5 Rahasia Menu Sehat ala Shokuiku Agar Tetap Disukai Anak-anak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.