Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noerolandra Dwi S
Surveior FKTP Kemenkes

Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes

Hantu Kematian Ibu dan Bayi

Kompas.com - 20/10/2023, 16:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KESEHATAN ibu dan bayi menjadi target Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030. Yaitu target penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) 70 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 12 per 100.000 kelahiran hidup.

AKI merupakan indikator yang menentukan derajat kesehatan ibu, karena 280 hari pertama kehidupan bayi tergantung pada ibunya.

AKB merupakan indikator yang digunakan untuk melihat status kesehatan anak dan kondisi ekonomi penduduk secara keseluruhan. Walhasil AKI dan AKB masih menjadi perhatian dengan saksama.

Pada 2010, terdapat Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), sebagai kegiatan yang difasilitasi pemerintah melibatkan peran keluarga dan masyarakat.

Program P4K dilengkapi kebijakan dan strategi penggerakan sumber daya masyarakat menuju derajat kesehatan ibu dan bayi. Namun upaya penurunan AKI dan AKB yang dilaksanakan tidak memberikan hasil signifikan selama ini.

Penyebabnya adalah kondisi kehamilan yang disebut "empat terlalu". Yaitu kehamilan terlalu muda, kehamilan terlalu tua, jarak kehamilan terlalu dekat, dan kehamilan terlalu banyak.

Kondisi menyedihkan tersebut ditunjang sebab tak langsung karena tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya dan akses transportasi di masyarakat.

Kondisi demikian diindikasikan sebagai "tiga terlambat". Yaitu terlambat mengambil keputusan (keluarga), terlambat sampai ke tempat rujukan (transportasi), dan terlambat mendapatkan penanganan (sarana dan nakes).

Masih banyak desa dan pelosok Indonesia belum mendapat pelayanan kesehatan kualitas yang memadai.

Data terakhir menunjukkan AKI di Indonesia di kisaran 189 per 100.000 kelahiran hidup (target 70/100.000 KH), dan AKB 16,5 per 1000 kelahiran hidup (target 12/ 100.000 KH).

Penyebab kematian ibu terutama karena perdarahan, tekanan darah tinggi saat hamil (eklamsia), infeksi, persalinan macet, dan komplikasi keguguran.

Sedang kematian bayi terutama disebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), dan kekurangan oksigen (asfiksia).

Kematian ibu dan bayi pada dasarnya dapat dicegah apabila pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tersedia. Cakupan pelayanan yang baik berarti semua penduduk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar yang dibutuhkan.

Tidak bisa mengandalkan rumah sakit dan puskesmas. Jaringan dan jejaring pelayanan sampai ke desa dan pelosok kehadirannya harus dapat dimanfaatkan kinerjanya.

Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan ibu dan anak sebenarnya makin naik. Cakupan kunjungan neonatal 1 (KN1) mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir menjadi 84,1 persen.

Demikian juga cakupan kunjungan neonatal lengkap menjadi 43,5 persen pada lima tahun terakhir. Cakupan inisiasi menyusui dini menjadi 58,2 persen dan cakupan imunisasi lengkap menjadi 57,9 persen.

Pertumbuhan penduduk Indonesia juga ditandai dengan window opportunity dengan rasio ketergantungan positif, yaitu jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibanding penduduk usia non produktif.

Mestinya berpengaruh pada kesehatan ibu dan bayi. Yang terjadi tidak berdampak pada peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi. Pembiayaan yang dikeluarkan banyak, tapi daya ungkit yang terjadi belum signifikan.

Kondisi pembangunan kesehatan boleh jadi tidak tepat sasaran. Dapat dikatakan belum meratanya kualitas pelayanan maternal dan neonatal yang terjadi.

Fenomena "empat terlalu" dan "tiga terlambat" terus mengkhawatirkan. Tentu bukan hanya tugas pemerintah dalam menuntaskan semuanya. Tanggung jawab seluruh komponen bangsa dalam mencari jalan keluarnya.

Tidak mudah memang, tapi harus diperjuangkan dengan berbagai strategi dan tidak menyerah.

Maka gerakan bumil sehat sekarang dilaksanakan, yaitu melaksanakan cek kehamilan enam kali selama kehamilan dan dua kali di antaranya diperiksa dokter.

Selanjutnya bumil mengonsumsi gizi seimbang, minum tablet tambah darah, masuk dalam kelas ibu hamil dan melahirkan di fasilitas pelayanan standar.

Pada pelaksanaannya, seluruh puskesmas, klinik, praktik mandiri dokter, dan rumah sakit di minggu kedua setiap bulan melaksanakannya dalam meningkatkan akses pelayanan ibu hamil sesuai standar yang ditetapkan.

Kemenkes juga akan menyediakan alat USG dan antropometri di seluruh puskesmas dan posyandu Indonesia.

Ibu hamil sehat membutuhkan peralatan penunjang guna menentukan status bumil dan status bayi. Hal tersebut dapat dideteksi dan dikondisikan sejak awal kehamilan.

Ditargetkan sebanyak 10.321 puskesmas seluruh Indonesia memiliki USG pada 2024. Kemudian seluruh posyandu juga terpenuhi kebutuhan antropometri.

Akan tersedia 313.737 antropometri kit untuk seluruh posyandu pada 2024 mendatang.

Kemenkes memastikan ibu melahirkan di fasilitas pelayanan kesehatan terstandar. Mengacu Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2016, maka yang disebut fasyankes dalam hal ini adalah tempat praktik mandiri nakes, puskesmas, klinik, dan rumah sakit.

Selama melahirkan di fasyankes tersebut dengan tenaga kesehatan yang memenuhi syarat dan kompeten, dengan sarpras standar, maka dapat dikatakan ibu hamil melahirkan dengan cara yang memenuhi syarat dan sehat.

Implementasi dalam regulasi yang ditetapkan berbeda tiap daerah/pemda. Tergantung sudut pandang pengambil keputusan melihat permasalahan kesehatan ibu dan bayi.

Ada yang menegaskan persalinan hanya di rumah sakit dan puskesmas. Terdapat pula yang membolehkan melahirkan di tengah masyarakat dibantu naskes yang tersedia.

Disparitas implementasi menarik untuk dilihat karena akan menentukan keberhasilan penurunan AKI dan AKB.

Hal yang juga cukup pelik karena sampai saat ini belum ada mekanisme pelaporan yang akurat dan cepat memperoleh data kematian maternal di seluruh Indonesia.

Jumlah AKI dan AKB kita masih under reported cases. Hingga data AKI dan AKB kita peroleh dari mekanisme survei dengan menggunakan sampel, bukan total populasi.

Baru-baru ini kemenkes mengembangkan sistem notifikasi Maternal Perinatal Death Notification (MPDN) yang menjadi bagian dari platform Indonesia Health Services (HIS), satu sehat, yang interoperabilitas dengan sistem lainnya (Mei 2023).

MPDM merupakan upaya laporan kematian maternal sedini mungkin. Berupa pemberitahuan awal (notifikasi) yang harus ditindaklanjuti pelacakan dalam kegiatan Audit Maternal Parinatal Surveilans Respons (AMPSR).

Dengan demikian, dapat meningkatkan kecepatan pengambilan keputusan bersumber data, sehingga tujuan percepatan penurunan AKI dan AKB dapat terwujud.

Semua fasyankes rumah sakit pemerintah/swasta, klinik, dan puskesmas wajib dalam program penurunan AKI dan AKB melalui penyampaian pelaporan data kematian ibu dan perinatal melaui aplikasi MPDN.

Pelaporan kematian ibu dan perinatal tersebut merupakan program prioritas nasional sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Bagi rumah sakit merupakan bagian dari program prioritas nasional yang menjadi persyaratan akreditasi. Bagi puskesmas merupakan bagian elemen penilaian dalam standar akreditasi yang menentukan status akreditasi.

Dan bagi fasyankes lainnya yang sudah dinyatakan akreditasinya yang tidak melaporkan angka kematian ibu dan bayi dalam MPDN, maka penerapan standar mutu dapat ditinjau kembali statusnya.

Upaya pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB belum mencapai tujuannya. Disparitas implementasi, strategi, dan kebijakan di daerah/pemda tidak bersumber data yang akurat.

Maka notifikasi yang cepat (MPDM) dan tindakan dini sangat menentukan. Tersedianya data yang akurat tak bisa ditunda hingga kebijakan dan strategi tidak salah jalan.

Kita semua harus sepakat penurunan AKI dan AKB prioritas pembangunan di Indonesia. Kematian ibu dan kematian bayi sampai sekarang terus menghantui Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau