Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Promosi Susu Formula Masif, Banyak Bayi Tidak Mendapat ASI Eksklusif

Kompas.com - 31/07/2024, 17:00 WIB
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta

Penulis

KOMPAS.com - Setiap anak sejatinya berhak mendapat ASI eksklusif sejak ia lahir sampai berusia enam bulan.

Sayangnya, masih banyak bayi yang tidak full ASI dalam enam bulan pertama kehidupannya.

Hal ini terbukti dari turunnya angka menyusui eksklusif akibat gencarnya promosi susu formula, mulai dari harga diskon hingga memberikan sampel produk secara cuma-cuma.

Baca juga: Macam Penyebab ASI Kurang, Ibu Menyusui Perlu Tahu

Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Lianita Prawindarti, jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif menurut UNICEF pada 2018 sekitar 64,5 persen. Kemudian, data Survei Kesehatan Indonesia 2021 ada sebanyak 52,5 persen.

"SKI 2023 ini data tiap provinsi, kalau dirata-rata ada 55,5 persen. Naik sedikit dari 2021. Tapi sebetulnya sudah turun signifikan, mungkin karena pandemi karena ada hambatan di awal ibu baru melahirkan harus isolasi," kata Lianita dalam webinar Pekan Menyusui Dunia 2024, Rabu (31/7/2024.

Fenomena promosi susu formula atau sufor yang masif membuat banyak ibu yang merasa kurang percaya diri dan tidak berdaya sehingga memutuskan untuk menggunakan produk pengganti ASI tersebut kepada si kecil. Bahkan pemberian sufor sering kali tanpa indikasi medis.

Kondisi kian meresahkan jika para ibu tidak mendapat dukungan dalam menyusui.

Sering kita temui di daerah, para ibu lebih familiar dan mudah mendapatkan susu formula ketimbang dukungan untuk menyusui eksklusif.

Dalam hal ini, Ketua Umum AIMI Nia Umar mengimbau untuk melibatkan keluarga agar bisa memberi dukungan positif bagi ibu menyusui.

"Dukungan itu penting oleh keluarga termasuk pasangan, ibu mertua, nenek atau lainnya yang ada di rumah supaya sang ibu tidak merasa berjuang sendirian," kata Nia.

Baca juga: 5 Posisi Menyusui yang Benar agar Bayi Tidak Gumoh

Keluarga bisa menunjukkan dukungannya dengan menggantikan pekerjaan rumah tangga agar ibu bisa menyusui, membantu ibu dalam menyimpan dan mempersiapkan ASI perah, tidak mengutarakan kalimat terkait body shaming pada busui, sampai menyiapkan makanan untuk mendukung kesehatan ibu dan kelancaran ASI.

Selain keluarga, tenaga kesehatan di lingkungan terdekat juga diharapkan memiliki kompetensi yang baik untuk bisa membantu ibu menyusui agar mampu menyusui anaknya.

Dengan adanya nakes yang kompeten, misalnya seperti konselor laktasi dan dokter spesialis anak di fasilitas kesehatan, para busui dapat mencari solusi jika mengalami kendala terkait pemberian ASI, meliputi puting luka dan lecet, ASI seret, puting datar, hingga payudara bengkak.

Nia juga berharap seluruh komponen masyarakat termasuk pemerintah perlu meningkatkan kesadaran untuk bisa memberikan dukungan bagi ibu dan anak untuk mendapatkan haknya.

"Bagaimana semua pihak bisa bersama-sama memastikan sepasang ibu dan anak untuk bisa mendapatkan haknya untuk menyusui dan menyusu," katanya.

Baca juga: Apa yang Terjadi jika Bayi Tidak ASI Eksklusif? Ini Penjelasannya

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau