KOMPAS.com - Parkinson merupakan penyakit saraf yang berdampak pada gerakan tubuh. Penderita parkinson bisa mengalami tremor, kekakuan otot, hingga turunnya kemampuan gerak.
Penyebab pasti penyakit parkinson memang belum sepenuhnya diketahui. Namun, ada beberapa penelitian yang menyebut bahwa turunnya kadar dopamin di otak menjadi salah satu pemicunya.
"Ada dopamin yang hilang di otak, padahal neurotransmiter ini penting untuk sirkuit gerakan tubuh dan juga emosi," papar dokter spesialis bedah saraf dari RS Bunda Jakarta, M Agus Aulia, dalam wawancara dengan Kompas.com.
Gejala-gejala yang dialami pasien bisa mengganggu kualitas hidup. Sebagian juga tidak bisa melakukan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, bahkan mengalami depresi.
Untuk mengurangi keparahan penyakit, dokter akan meresepkan obat yang bertujuan untuk menggantikan atau meningkatkan dopamin dalam tubuh.
Meski begitu, menurut dr. Agus, dalam perjalanannya dosis obat yang dibutuhkan akan semakin banyak.
Baca juga: Mengenal Parkinson, Penyakit Penuaan Sistem Saraf Otak
Parkinson memang penyakit yang bersifat progresif atau lama-lama mengalami perburukan. Dalam kondisi ini tremor yang dialami bisa semakin hebat atau pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari dan butuh bantuan orang lain. Proses tersebut bisa berlangsung cepat atau bertahun-tahun.
Pada saat obat sudah tidak mampu lagi mengatasi gejala-gejala parkinson, tersedia pilihan operasi.
Dijelaskan oleh dr. Agus, ada dua metode operasi yang bisa dilakukan untuk mengatasi parkinson, yaitu stereotactic brain lesioning dan deep brain stimulation (DBS).
"Pada tindakan stereotactic brain lesioning, dokter akan melakukan switch off atau mematikan bagian di otak yang menyebabkan timbulnya tremor," paparnya.
Sebelum prosedur, pasien biasanya menjalani pemindaian otak seperti MRI atau CT scan untuk menentukan lokasi yang tepat untuk pembuatan lesi.
Baca juga: Studi: Minum Kopi Bisa Turunkan Risiko Penyakit Parkinson
Dokter spesialis bedah saraf menggunakan sistem stereotaktik (kerangka acuan yang sangat presisi) untuk menempatkan elektroda di area otak yang ditargetkan, biasanya pada struktur seperti globus pallidus atau nukleus subthalamikus.
Tindakan lesi kecil di area otak itu diharapkan akan mengganggu aktivitas abnormal di area tersebut, yang terkait dengan gejala-gejalanya seperti tremor atau kekauan.
"Operasi ini dilakukan dengan bius lokal atau pasien dalam keadaan sadar supaya dokter bisa melihat efek langsung dari stimulasi listrik ini," kata dr.Agus.