KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berupaya untuk mempercepat pemenuhan alat kesehatan guna mendukung implementasi transformasi layanan kesehatan primer.
Fokus utama dari pemenuhan ini adalah fasilitas kesehatan primer, terutama Puskesmas, yang menjadi garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Menurut Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Maria Endang Sumiwi, M.P.H., kebutuhan alat kesehatan di Puskesmas masih harus ditingkatkan, terutama yang berkaitan dengan deteksi dini atau skrining kesehatan. Hal ini sesuai dengan peran Puskesmas dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Baca juga: 50 Tahun Program Imunisasi, Kemenkes Ajak Warga Lindungi Anak-anak
“Alat kesehatan yang masih perlu diperbanyak di Puskesmas terkait dengan pendukung skrining, seperti ultrasonografi (USG), elektrokardiografi (EKG), hematology analyzer, chemistry analyzer, dan dental chair,” ujar Maria Endang dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (26/11).
Selain itu, menurut Maria Endang, alat diagnostik serta perangkat untuk tindak lanjut juga masih menjadi kebutuhan penting di Puskesmas, seperti urine analyzer, PoCT HbA1C, dan alat Tes Cepat Molekuler (TCM) yang belum sepenuhnya tersedia di seluruh Puskesmas.
Dalam upaya mendukung transformasi layanan kesehatan primer, Maria Endang menjelaskan bahwa salah satu strategi yang diterapkan adalah meningkatkan kapasitas dan kapabilitas layanan kesehatan melalui revitalisasi jejaring dan standarisasi pelayanan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), serta Posyandu.
Peningkatan kapasitas ini juga dilakukan melalui proyek Strengthening of Primary Health Care (SOPHI), yang berfokus pada penguatan sistem pelayanan kesehatan di tingkat dasar.
“Proyek SOPHI bertujuan untuk mengatasi kesenjangan sistem pelayanan kesehatan primer, terutama dalam aspek pencegahan, pengobatan, serta pengelolaan penyakit di daerah dengan keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas,” tambah Maria Endang.
Lebih lanjut, proyek ini juga bertujuan untuk menghemat biaya perawatan kesehatan yang terkait dengan pengobatan penyakit dan meningkatkan efisiensi melalui tindakan preventif yang hemat biaya.
Fokus utamanya adalah pada pencegahan dan pengobatan yang dapat mengurangi beban sosial ekonomi masyarakat.
Baca juga: Atasi Kurangnya Dokter Onkologi, Kemenkes akan Sekolahkan Dokter ke 4 Negara
Maria Endang juga mengungkapkan bahwa Kemenkes akan memenuhi kebutuhan alat kesehatan di Puskesmas, Pustu, dan Posyandu melalui program yang dijadwalkan mulai tahun 2024 hingga 2028.
Rencana ini mencakup 10.234 Puskesmas, 25.826 Puskesmas Pembantu, dan 304.420 Posyandu. Untuk tahap pertama, sebanyak 6.236 Puskesmas di 382 kabupaten/kota di 35 provinsi akan menerima alat kesehatan yang diperlukan.
“Selain itu, pemenuhan reagen kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) akan dilakukan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik,” jelas Maria Endang.
Puskesmas kini mengadopsi paradigma baru dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Sebelumnya, pelayanan diberikan berdasarkan penyakit atau program tertentu. Namun, dengan adanya program Integrasi Layanan Primer (ILP), pelayanan kini berfokus pada klaster sesuai dengan siklus hidup individu, bukan lagi berbasis program.
“Puskesmas dibagi menjadi lima klaster, yang masing-masing dilengkapi dengan sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai dengan klaster yang ada,” terang Maria Endang.
Kelima klaster tersebut meliputi: Klaster Manajemen, Klaster Ibu dan Anak, Klaster Kesehatan Dewasa dan Lanjut Usia, Klaster Penanggulangan Penyakit Menular dan Kesehatan Lingkungan, serta Lintas Klaster.
Puskesmas diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih komprehensif dan terintegrasi melalui sistem klaster ini.
Baca juga: Kemenkes: Banyak Anak Kena Pneumonia Akibat Paparan Asap Rokok
Setiap klaster bertugas untuk mengelola pelayanan kesehatan sesuai dengan kelompok sasaran yang ada di wilayahnya, sekaligus melakukan pemantauan situasi kesehatan dan pembinaan teknis kepada jejaring Puskesmas lainnya.
“Penataan struktur organisasi dan SDM Puskesmas kini disesuaikan dengan klaster yang ada, dan setiap klaster dipimpin oleh penanggung jawab yang dibantu oleh pelaksana klaster. Jika terjadi keterbatasan SDM, pelayanan dapat diberikan oleh petugas dari klaster lain yang memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai,” tambah Maria Endang.
Dengan pendekatan baru ini, diharapkan pelayanan kesehatan di Puskesmas menjadi lebih efektif, efisien, dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan kualitas yang lebih baik.