KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan mengingatkan bahwa pembentukan perilaku seksual yang positif dan pemahaman mengenai pencegahan HIV/AIDS harus dimulai sejak usia dini.
Hal ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Ina Agustina Isturini, seperti yang dikutip dari Antara, Kamis (28/11/2024).
Ina menjelaskan bahwa pendidikan mengenai seksualitas sebaiknya dimulai pada usia 10 tahun atau setingkat kelas 5 SD, karena pada usia tersebut anak-anak sudah mulai mengalami perubahan terkait seksualitas, seperti menstruasi.
Baca juga: Minuman Apa untuk Menurunkan Gula Darah? Berikut 7 Daftarnya…
Menurutnya, pengetahuan ini penting untuk menjaga kesehatan reproduksi mereka, serta mencegah penyakit seksual menular seperti HIV/AIDS.
Pentingnya pendidikan ini juga mencakup pemberian pemahaman untuk tidak mendiskriminasi atau menstigmatisasi orang dengan HIV (ODHIV).
Hal ini, menurut Ina, dapat menjadi penghalang dalam penemuan kasus dan pengobatan.
Mengutip data Stigma Index 2023, ia menyebutkan bahwa sekitar 19,5 persen pasien HIV mengalami diskriminasi oleh petugas kesehatan ketika mengakses layanan kesehatan terkait HIV dalam 12 bulan terakhir.
Sementara 15,9 persen pasien lainnya mengalami diskriminasi saat mengakses layanan kesehatan non-HIV dalam periode yang sama.
Koordinator Nasional Inti Muda Indonesia, Bella Aubree, menambahkan bahwa selain pendidikan tentang kesehatan reproduksi, penting untuk mengajarkan anak-anak mengenai konsep consent atau persetujuan dalam berinteraksi, kebersihan diri, serta mengenalkan mereka pada bagian tubuh yang sensitif dan tidak boleh disentuh orang lain untuk mencegah kekerasan seksual.
Lebih lanjut, Bella menyatakan bahwa saat memasuki usia remaja, pendidikan perlu dilanjutkan dengan pengetahuan mengenai cara menjaga kesehatan organ reproduksi dan bahaya perilaku seksual yang tidak sehat, termasuk risiko HIV/AIDS.
Baca juga: Pentingnya Membaca Label Kemasan untuk Cegah Konsumsi Gula Berlebih
Ia juga menyebutkan bahwa ada modul edukasi seksualitas komprehensif (CSE) yang tersedia untuk digunakan di sekolah maupun di luar sekolah.
"Memang ada banyak yang perlu berperan, termasuk keluarga. Keluarga ini adalah salah satu yang wajib banget berperan dalam memberikan pendidikan seks ini," tegas Bella.
Sementara itu, Direktur UNAIDS untuk Indonesia, Muhammad Saleem, menekankan bahwa kebijakan pendidikan seksual dapat bervariasi di setiap negara tergantung pada budaya dan agama.
Namun, menurutnya, pendidikan seks idealnya diberikan pada masa remaja.
"Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa ketika para anak perempuan, juga anak laki-laki, tapi terutama anak perempuan, ketika mereka sekolah selama 10 tahun, selesai setidaknya sampai SMA, kemungkinan mereka mendapatkan masalah kesehatan reproduksi, HIV/AIDS, adalah jauh lebih kecil," kata Saleem.
Selain itu, pendidikan ini juga terbukti mengurangi kekerasan berbasis gender di kalangan perempuan yang melanjutkan pendidikan.
Baca juga: Manfaat Bunga Telang untuk Penyakit Apa Saja? Berikut 10 Daftarnya…
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.