KOMPAS.com - Untuk mengontrol kadar kolesterol yang tinggi, ahli medis umumnya menggunakan obat-obatan golongan statin. Hanya saja, sejumlah studi pernah menunjukkan kaitan penggunaan statin dengan risiko penyakit diabetes melitus (DM).
Kepala Divisi Metabolik & Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Em Yunir, SpPD KEMD mengatakan, risiko DM yang ada dalam obat golongan statin membuat sebagian pasien menghentikan penggunaannya. Padahal menurutnya, penghentian obat tersebut dapat berdampak fatal karena akan membuat kadar kolesterol meningkat kembali.
Kadar kolesterol tinggi, khususnya kolesterol "jahat" atau low density lipoprotein (LDL) merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular. Jika tidak dikendalikan, LDL akan membuat plak di pembuluh darah lama-lama menyumbat aliran darah yang membuat pembuluh darah rentan pecah.
Pecahnya pembuluh darah bisa berakibat kecacatan hingga kematian. Jika pembuluh darah yang pecah berada di otak dampak yang mungkin ditimbulkan adalah stroke. Adapun jika terjadi di pembuluh darah jantung, pembuluh darah yang pecah dapat mengakibatkan terganggunya fungsi jantung hingga gagal jantung.
Statin merupakan golongan obat yang berfungsi menurunkan kolesterol serta menjaga kestabilan sumbatan pada pembuluh darah. Jika konsumsi obat golongan statin dihentikan, maka kadar kolesterol kembali meningkat dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Menurut Yunir, manfaat dari obat golongan statin lebih besar daripada kerugiannya. "Karena itu, sebaiknya pengguna obat statin tidak menghentikan penggunaannya," sarannya saat ditemui Rabu (11/9/2013) di Jakarta.
Yunir mengatakan, studi yang mengaitkan statin dengan DM tidak menunjukkan hubungan sebab-akibat. Sebaliknya, studi tersebut hanya melakukan survei terhadap puluhan ribu orang yang diikuti selama 10 tahun. Hasilnya memang adanya peningkatan prevalensi DM di antara para peserta pengguna statin.
"Namun studi tidak memperhitungkan faktor risiko lain yang berperan seperti kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan lain-lain," paparnya.
Studi lainnya, imbuh Yunir, menunjukkan penghentian konsumsi statin justru menunjukkan laju mortalitas yang lebih tinggi daripada yang tetap mengkonsumsinya. Kematian kebanyakan diakibatkan oleh penyakit kardiovaskular.
"Lagipula, kalaupun terkena DM, pasien pengguna statin juga bisa mengelola DM-nya dengan pengobatan penurun gula darah. Kedua pengobatan tersebut tidak akan menimbulkan interaksi yang merugikan," tuturnya.
Dalam kesempatan berbeda, dr Dyah Purnamasari, SpPD dari Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM mengatakan, kolesterol dan DM merupakan satu kumpulan penyakit yang muncul bersamaan.
Bila seseorang terkena DM, paparnya, biasanya juga kadar kolesterol. Ini karena penyandang DM memang berisiko memiliki gangguan kolesterol dari gangguan metabolisme lemak pada tubuhnya.
Begitu pula sebaliknya, bila kadar kolesterol tinggi, maka harus dicari dan diskrining ke arah DM. "Kejadian DM pada pengguna obat penurun kolesterol (statin) tidak luput juga bahwa pada subjek tersebut terdapat juga faktor risiko DM," ujarnya.
Kendati demikian, Dyah sepakat dengan manfaat statin yang masih jauh lebih tinggi daripada risiko yang ada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.