Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Pembalut Berklorin, YLKI Pastikan Gunakan Laboratorium Terakreditasi

Kompas.com - 10/07/2015, 13:06 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memastikan pihaknya menggunakan penelitian dari laboratorium terakreditasi untuk menguji kadar klorin pada pembalut wanita.

Dalam jumpa pers di kantor YLKI, Selasa (7/7/2015) lalu, disebutkan YLKI melakukan uji di laboratorium TUV NORD Indonesia. "Laboratorum independen, terakreditasi. Yang jelas sudah terakreditasi, sangat kredibel," ujar anggota pengurus harian YLKI Ilyani S Andang, di Jakarta, Kamis (9/7/2015).

Ilyani menjelaskan, metode penelitian yang digunakan, yaitu spektrofotometri. Ini merupakan metode analisis kimia yang digunakan untuk menetapkan kadar suatu zat berdasarkan absorbsi atau daya serap cahaya pada panjang gelombang maksimum.

"Itu menggunakan spektrofotometer, dengan absorbsi cahaya diukur secara kuantitatif," jelas Ilyani.

Prinsip kerja spektrofotometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan diserap dalam medium tersebut, dan sisanya diteruskan. Nilai dari serapan yang masuk dalam medium tersebut sama dengan kadar zat dalam medium atau larutan uji.

Dari hasil itu, lanjut Ilyani ditemukan kandungan klorin bebas atau Cl2 pada pembalut. "Klor sendiri punya kemampuan iritasi kulit, tapi tergantung levelnya dalam suatu produk. Tapi sifat dasar klorin racun," terang Ilyani.

Ilyani pun menegaskan YLKI merupakan lembaga independen yang tidak menerima dana dari pihak swasta. Penelitian ini dilakukan menggunakan dana pribadi YLKI. Menurut Ilyani, penelitian semacam ini umum dilakukan oleh lembaga konsumen di dunia.

"Kita memang biasa melakukan komperatif testing. Kita ambil beberapa produk, kita uji berapa kadarnya, lalu disampaikan ke masyarakat. Konsumen bisa lihat untuk acuan memilih produk," ujar Ilyani.

Di lain pihak, Profesor bidang famakologi dari Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada, Zullies Ikawati menilai YLKI harus menggelar pemaparan bersama pihak laboratorium penguji untuk menerangkan risetnya lebih detail.

Selain itu, metode spektofotometri yang dipakai menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Haryono, sulit dipakai sebagai metode pengukuran.

"Kalau konsentrasinya sudah dalam ppm itu sulit dengan spektofotometri. Perlu metode yang lebih presisi, misalnya kromatografi gas," katanya saat dihubungi Kompas.com.

Di samping itu, jika memang ada Cl2 dalam pembalut, pertanyaan juga bagaimana bisa membuat Cl2 yang biasa dalam bentuk gas tersebut bisa diukur dengan spektofotometri. Biasanya senyawa harus dilarutkan dahulu sehingga bisa diukur dengan metode itu.

Membingungkan

Penelitian YLKI ini dinilai membingungkan masyarakat setelah Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa semua pembalut yang memiliki izin edar aman digunakan. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang menyatakan pembuatan pembalut di Indonesia selama ini tidak menggunakan gas klorin yang dapat menimbulkan dioxin. Dioxin bersifat karsinogenik yang dapat memicu kanker.

Dua metode pemutihan yang diperbolehkan yaitu menggunakan senyawa klorin dioxide dan Hidrogen Peroksida. Menurut Zullies banyak pembalut masih diputihkan dengan senyawa klorin dioksida dengan hasil samping klorit atau klorat. Untuk itu, diperlukan penetapan batas aman menggunakan klorin dioksida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau