Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/10/2016, 17:20 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis

Sumber TIME

KOMPAS.com - Ingin otak tetap tajam saat tua? Jaga berat badan. Begitu kata hasil riset dari University of Arizona. Indeks massa tubuh yang tinggi berdampak buruk pada fungsi otak lansia.

Menjaga berat badan ternyata dapat melindungi tubuh dari bermacam-macam masalah kesehatan. Manfaat tubuh lebih ringan itu dapat mengurangi risiko kanker, penyakit jantung dan diabetes. Studi-studi sebelumnya sudah menghubungkan berat badan dan kesehatan otak, namun belum ada riset yang meneliti bagaimana kedua hal itu saling mempengaruhi.

"Dengan menemukan hal itu, ilmuwan berpotensi mengembangkan intervensi terhadap pencegahan penurunan fungsi kognitif," kata Kyle Bourassa, mahasiswa doktoral psikologi dan salah satu penulis penelitian ini.

Bourassa dan peneliti lainnya menduga inflamasi sistemik - reaksi berlebihan kronis dari sistem kekebalan tubuh- mungkin bertanggung jawab di sini, karena riset sebelumnya membuktikan inflamasi di otak berdampak negatif terhadap fungsi kognitif. Juga sudah diketahui kelebihan berat badan menyebabkan terjadinya inflamasi di seluruh tubuh. "Semakin tinggi indeks massa tubuh, semakin besar inflamasi itu," katanya.

Untuk mengeksplorasi hubungan ini, Bourassa dan peneliti lainnya menganalisa data orang berusia 50 ke atas yang memiliki indeks massa tubuh lebih tinggi, kadar inflamasi dan skor kognisi yang diuji beberapa kali selama enam tahun.

Indeks massa tubuh, pengukur berat badan yang dihubungkan dengan tinggi sering digunakan untuk menentukan apakah seseorang termasuk normal, kekurangan berat badan atau kelebihan berat badan.

Untuk perseorangan, indeks massa tubuh tak selalu merupakan ukuran tingkat kesehatan. Tetapi bagi populasi besar, indeks ini merupakan cara yang baik untuk mengestimasi rata-rata. Secara umum indeks 18-25 terhitung normal. Di atas angka 25 digolongkan kelebihan berat badan.

Untuk studi tersebut, inflamasi diukur dengan keberadaan C-reactive protein (CRP) - penanda inflamasi sistemik di seluruh tubuh yang terdapat dalam darah peserta penelitian. Fungsi kognitif diukur dengan penyebutan kata dan tes kefasihan verbal.

Peneliti menemukan hubungan jelas ketiga faktor tersebut. "Semakin tinggi indeks massa tubuh di awal penelitian, semakin besar kadar CRP selama empat tahun berikutnya," kata Bourassa. Perubahan CRP kemudian memprediksi penurunan fungsi otak, termasuk fungsi eksekutif dan memori, dua tahun kemudian.

Dengan kata lain, penelitian ini menemukan "indeks massa tubuh seseorang memprediksi penurunan kognitif mereka lewat kadar inflamasi sistemik.

Salah satu peneliti, David Sbarra, profesor psikologi memperingatkan studi ini belum membuktikan hubungan sebab akibat karena hanya memonitor orang dari waktu ke waktu.

Untuk menemukan hubungan sebab akibat itu, penelitian membutuhkan cara untuk mengurangi indeks massa tubuh lewat kondisi terkontrol dan meneliti efeknya pada inflamasi dan kognisi.

Tetapi peneliti mengatakan penemuan mereka mungkin memberikan wawasan baru bagi studi lebih lanjut dan intervensi yang mungkin dapat dilakukan. "Jika Anda mengalami inflamasi tinggi, di masa depan kami menyarankan menggunakan obat antiinflamasi bukan hanya menurunkan inflamasi tetapi juga membantu fungsi kognitif," kata Bourassa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau