Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FTA Uni Eropa-India, Pengidap HIV Terancam

Kompas.com - 13/10/2010, 15:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Orang Terinveksi HIV Indonesia atau JOTHI menyampaikan penolakannya terhadap rencana Uni Eropa-India dalam perjanjian Free Trade Agreement (FTA).

Jika FTA Uni Eropa-India ini diberlakukan, maka negara-negara berkembang akan terkena dampaknya terutama dalam hal peredaran obat antiretroviral (ARV) generik murah dari India. Alhasil, para penderita AIDS di beberapa negara yang terbiasa memakai ARV generik India akan kelimpungan.  Mereka tidak dapat meminum obat ARV secara teratur dan terancam mati lebih cepat.

JOTHI menyampaikan penolakan rencana kerjasama FTA Uni Eropa-India dalam aksi unjuk rasa di Kedutaan Besar India, Jakarta, Rabu (13/10/2010).

Dalam siaran pers yang dibagikan JOTHI, di Indonesia, perjanjian perdagangan bebas tersebut juga dinilai menghambat mencapaian MDGs indikator ke-6 yang berbunyi memerangi HIV/AIDS.

"Tidak sesuai dengan instruksi presiden RI No 3/2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan, meningkatkan kualitas dan kuantitas pengobatan ARV," ujar koordinator aksi dari JOTHI, Andreas.

Menurut keterangan salah satu pengunjuk rasa, penandatanganan FTA akan membuat mereka terpaksa membeli obat ARV dari Uni Eropa yang harganya bisa mencapai Rp 100.000.000 per pasien per tahun. "Kalau obat generik India hanya Rp 1.000.000 per tahun per pasien," katanya.

Untuk itulah, kata dia, para penderita HIV/AIDS di sejumlah negara juga menggelar aksi menolak penandatanganan perjanjian kedua belah pihak tersebut. Menurut dia, perjanjian FTA Uni Eropa-India semata-mata dilakukan untuk menyelamatkan Uni Eropa dari krisis ekonomi, namun merupakan pembunuhan massal bagi penderita AIDS.

Selain menuntut pemerintah India untuk tidak menandatangani perjanjian, JOTHI juga meminta pemerintah Indonesia berkomitmen mengembangkan kapasitas produksi ARV generik yang harganya terjangkau.

Sementara itu, usai berdialog dengan Duta Besar India di Indonesia, JOTHI mendapat jawaban bahwa pemerintah India sebenarnya tidak ingin menandatangani perjanjian itu. Karena, di India sendiri banyak pengidap AIDS yang membutuhkan obat generik.

"Mereka juga ingin membela warga negaranya juga. Duta besar India menjanjikan pengawasan hak paten ARV akan ditiadakan dalam perjanjian," kata Andreas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com