Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Halal-Haram Vaksin Meningitis

Kompas.com - 03/08/2010, 15:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menetapkan vaksin meningitis buatan Glaxo Smith Kline (GSK) dari Belgia haram dipertanyakan landasan ilmiahnya oleh kalangan akademisi. Pasalnya, meski produsen vaksin mengklaim menggunakan media yang bebas unsur hewan namun seluruh bibit vaksin saat ini berasal dari media yang bersinggunggan dengan unsur babi.

"Semua bibit vaksin meningitis, baik produksi GSK, Novartis atau produsen dari Cina, semua asal usulnya sama. Para produsen itu tidak pernah mengembangkan sendiri kumannya namun membeli dari pabrik kuman di Belanda," kata Prof.dr.Umar Anggara Jenie, Ketua Komisi Bioetika Nasional di Jakarta, Selasa (3/8/2010).

Persentuhan dengan unsur babi pun hanya terjadi di awal saat produksi vaksin dimulai, yakni sekitar tahun 1930-an. "Pengumpulan kuman-kuman meningitis dilakukan sudah puluhan tahun lalu," kata Prof. Jurnalis Uddin, Ketua Yayasan YARSI.

Selanjutnya, pada penelitian berikutnya kuman atau bakteri ditanam dalam media yang mengandung unsur babi (porcine) untuk menumbuhkan koloni bakteri. Kemudian dilakukan fermentasi dan pengambilan isolasi polisakarida yang akan dikembangbiakkan menjadi vaksin atau antigen. Semua proses ini dilakukan oleh pabrik bibit vaksin (master seed) di Belanda.

"Sebenarnya kuman yang diambil berasal dari working seed yang sudah dimurnikan berkali-kali sampai mendapatkan working seed baru yang akan dikembangkan menjadi vaksin," kata Umar dalam acara media workshop Vaksin Meningitis dari Sudut Kesehatan dan Hukum Islam yang digelar oleh Yayasan YARSI.

Dalam keterangan pers yang dikirimkan oleh GSK, saat ini vaksin meningitis yang diproduksi GSK adalah New Mencevac ACW 135 Y yang menggunakan bakteri generasi ke-14 dan menggunakan sistem bebas unsur binatang (animal free).

Jurnalis menduga keputusan komisi fatwa MUI hanya berdasarkan testimoni dari pabrik kuman, bukan penelitian laboratorium. "Secara ilmiah hal ini tidak bisa dipertanggungjawabkan," katanya. Bila GSK atau Novartis sama-sama membeli bibit vaksin dari pabrik yang sama, seharusnya tidak perlu ada pernyataan sebagian halal dan sebagian haram, tambahnya.

Keputusan MUI tersebut juga dinilai menimbulkan tanda tanya mengingat saat ini pemerintah harus mengganti vaksin yang dinyatakan halal oleh MUI dan mengeluarkan anggaran mencapai Rp 60 miliar naik dari anggaran sebelumnya yang Rp 20 miliar saat masih memakai vaksin produksi GSK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau