Kompas.com - Ia bukan psikopat berdarah dingin atau superhero. Namun ia tidak cemas memegang ular berbisa, memasuki rumah hantu atau hal lain yang bagi kebanyakan orang menakutkan. Perempuan berusia 44 tahun ini adalah ibu dengan tiga anak yang menderita kelainan di otaknya sehingga ia tak bisa merasakan takut.
Perempuan berinisial SM ini menderita sebuah penyakit genetik yang langka dan merusak bagian otak yang disebut amigdala. Seperti diketahui amigdala menentukan emosi, seperti rasa takut, amarah dan memicu respon sewaktu menghadapi bahaya atau disebut fight or flight response.
Kasus yang terjadi pada SM ini menunjukkan amigdala memegang peranan penting dalam memicu rasa takut ketika seseorang menghadapi situasi yang menekan. Hidup tanpa rasa takut ternyata juga berbahaya.
Para ahli selama 20 tahun terus mempelajari kelainan yang diderita SM. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan tahun 1995 diketahui SM selalu membunyikan terompet dengan keras setiap kali ia melihat kotak warna biru di layar komputer. Namun ketika dimunculkan wajah yang seram di kotak biru, SM tidak menampakkan ekspresi takut.
Penelitian lainnya menunjukkan SM memiliki skor normal untuk tes intelegensia, memori dan bahasa. Ia juga bia merasakan emosi lainnya. SM juga mengatakan semasa kecil ia seperti anak normal lainnya, memiliki rasa takut. Namun para ahli menduga hal itu terjadi sebelum penyakitnya berkembang dan merusak amigdala.
Memasuki usia dewasa, rasa takut SM menghilang. Ia misalnya mengatakan perasaannya datar-datar saja ketika seorang penjahat meminta dompetnya dan mengancamnya dengan pisau di leher.
Para ahli juga mengobservarsi rasa takut SM dengan memintanya menghadapi situasi menakutkan seperti menyaksikan film horor, memasuki rumah hantu atau memegang ular berbisa. Walau SM mengatakan ia benci pada ular dan laba-laba, namun dengan santainya ia memegang ular berbisa. Semua situasi menakutkan tersebut juga ditanggapinya dengan dingin.
"Apa yang terjadi pada SM semakin menguatkan bukti bahwa bagian otak amigdala ini merupakan detektor rasa takut," kata David Amaral, profesor psikiatri dari Universitas California.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.