KOMPAS.com - Cacingan merupakan penyakit kronik dengan prevalensi tinggi. Penelitian terhadap murid TK dan SD di Muara Baru Jakarta tahun 2009 menemukan 60 persen murid menderita infeksi kecacingan. Penyakit ini memang tidak mematikan, namun menggerogoti kesehatan dan menurunkan mutu sumber daya manusia.
"Cacingan menyebabkan anak kurang gizi karena sari-sari makanan habis dihisap. Anak juga akan anemia, lesu dan kecerdasannya menurun," kata Prof.dr.Saleha Sungkar dari departemen parasitologi FKUI Jakarta di acara program edukasi bahaya cacingan di sekolah yang diadakan Combantrin di SD Al-Ikhlas Jakarta (31/1/2011).
Telur cacing, jelas Suleha, hanya bisa menginfeksi jika telur-telur itu sudah kontak tanah. "Karena itu kebanyakan yang cacingan adalah anak-anak karena mereka masih suka bermain di area terbuka atau malas mencuci tangan sebelum makan," paparnya.
Telur cacing juga bisa masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang tercemar telur cacing. Pengobatan cacingan dilakukan berdasarkan diagnosis. "Periksa dulu feses di laboratorium, kalau positif cacingan baru diobati," katanya.
Orangtua juga disarankan memeriksakan feses anaknya jika anak terlihat lesu dan mudah mengantuk. "Pada gejala awal biasanya cacingan tidak bergejala sehingga anak bisa terlihat sehat," paparnya.
Upaya pemberantasan cacingan dilakukan dengan menyosialisasikan perilaku hidup bersih dan sehat. "Membiasakan anak mencuci tangan juga para pedagang makanan. Penyuluhan juga diberikan kepada masyarakat lewat Posyandu. Sejauh ini, upaya tersebut menunjukkan penurunan infeksi kecacingan," kata dr.IBN Banjar, Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DKI dalam kesempatan yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.