Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Kemauan Politik Pemerintah

Kompas.com - 08/03/2011, 08:21 WIB

Jakarta, Kompas — Pemerintah perlu membangun sistem kesehatan, termasuk asuransi kesehatan, untuk menjamin akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk.

Demikian benang merah pendapat para ahli ekonomi kesehatan. Mereka ialah mantan Ketua Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sulastomo, Prof Hasbullah Thabrany dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, serta Prof Ali Ghufron Mukti dari Pusat Pengembangan Sistem Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (7/3).

Menurut Sulastomo, program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dari pemerintah bagi penduduk miskin tak menjamin seluruh rakyat Indonesia. Hal ini tidak memecahkan masalah sehingga akan terus terdengar keluhan minimnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. ”Pemerintah tidak cukup membayar rumah sakit seperti pada Jamkesmas. Tetapi, juga harus membangun sistem kesehatan mulai dari operator obat, tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, dan sistem rujukan,” katanya.

Hingga kini, peraturan pendukung SJSN, seperti RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), tidak kunjung terbit. Sulastomo dan Hasbullah berpendapat, SJSN sulit diwujudkan karena lemahnya komitmen politik pemerintah.

Menurut Ali Ghufron, jaminan kesehatan yang baik berbasis solidaritas. Ada prinsip gotong royong antara yang kaya, menengah, dan miskin. Penduduk ekonomi mampu membayar iuran sendiri, sedangkan iuran penduduk miskin dibayar pemerintah.

Pusat Pengembangan Sistem Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan FK UGM bekerja sama dengan Oxford Policy Management (OPM) didukung GTZ dan Ausaid membuat peranti lunak penghitung biaya jaminan kesehatan (normative costing), termasuk perubahan seperti inflasi hingga 2014. Sebagai contoh, untuk pelayanan kelas III, konsultasi dokter, obat bagi 237 juta penduduk perlu dana Rp 18 triliun per tahun. Jaminan itu termasuk penyakit berat, seperti kanker dan cuci darah. Namun, tidak termasuk biaya transpor, tindakan kosmetik, serta upaya promotif, dan preventif.

Adapun hitungan Hasbullah, premi asuransi kesehatan cukup 5 persen gaji bagi pekerja sektor formal (3 persen dibayar perusahaan dan 2 persen dibayar pekerja). Premi disetor ke rekening BPJS. Mereka mendapat fasilitas rawat inap kelas II.

Sementara premi penduduk di sektor informal dibayar oleh negara untuk perawatan di kelas III. Untuk premi Rp 20.000 per orang per bulan, pemerintah hanya perlu menganggarkan Rp 38 triliun. Jumlah ini 3 persen dari APBN. UU Kesehatan mengamanatkan anggaran pembangunan kesehatan 5 persen. (INE/ATK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau