Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/01/2013, 08:05 WIB

Jakarta, Kompas - Kondisi lingkungan yang buruk dan cuaca tak menentu membuat sejumlah pengungsi korban banjir mulai terserang berbagai penyakit. Ketersediaan air bersih untuk mandi, cuci, dan kakus mendesak dipenuhi agar tidak muncul kejadian luar biasa penyakit.

”Paling banyak muncul adalah gangguan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berupa flu, demam, dan batuk,” kata Koordinator Tim Penanggulangan Bencana Ikatan Dokter Indonesia Asturi Putri, di Jakarta, Sabtu (19/1). Kasus diare mulai muncul pada anak-anak.

Tak terjaganya asupan makanan, kurangnya air bersih, dan masih tingginya aktivitas pengungsi guna mengecek rumah sekaligus mengambil barang-barang yang tertinggal membuat daya tahan tubuh mereka cepat turun. Tim medis membagikan vitamin untuk menjaga kesehatan.

Ketua Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia Amelia Kurniati menambahkan, yang banyak terserang sakit adalah anak-anak, orang lanjut usia, dan ibu hamil. Sakit pada anak-anak umumnya akibat bermain di air banjir. Tak hanya terserang ISPA, anak-anak juga banyak terserang kutu air dan terluka akibat menginjak benda tajam yang tertutup banjir.

Stres

Meski senang bermain air banjir, anak-anak mengalami stres. Mereka harus berhadapan dengan lingkungan yang berubah tiba-tiba dan merasakan kecemasan orangtua. Sejumlah perawat mulai mengatasi stres pada anak dengan mengajak mereka bermain sambil belajar.

Diare pada anak, menurut Amelia, lebih mengkhawatirkan dibandingkan ISPA. Selain penyebarannya cepat, diare juga bisa memicu dehidrasi sehingga anak-anak perlu dirawat di rumah sakit.

”Bantuan yang sesuai kebutuhan bayi dan anak kurang dari lima tahun, seperti makanan bayi, susu, vitamin anak, ataupun popok, sangat kurang,” ujarnya.

Ibu hamil sakit karena mereka harus beraktivitas berat selama mengungsi dan tidak sempat memeriksakan diri ke puskesmas. Orang lanjut usia sakit karena tekanan darah meningkat akibat stres, kelelahan, dan meningkatnya emosi.

”Orang dewasa muda dan dewasa, usia 20-40 tahun, kesehatan lebih terjaga. Mereka hanya mengalami stres karena harus direpotkan dengan banjir dan dihadapkan pada kebutuhan untuk mengganti barang-barang yang rusak seusai banjir,” katanya.

Kurangnya air bersih dan toilet membuat banyak warga mandi, cuci baju dan peralatan makan, serta buang air besar di sungai dan air banjir. Banyak bantuan berupa air minum kemasan, tetapi air bersih untuk keperluan sehari-hari kurang.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Tjandra Yoga Aditama mengatakan, untuk membantu penyediaan air bersih, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Kemenkes, menempatkan mesin pengolah air minum dan air bersih di pos pelayanan Kemenkes di Bukit Duri, Jakarta, sejak Jumat. Mesin itu akan mengolah air dari sumur warga yang tidak terkena banjir menjadi air minum dengan proses filterisasi berlapis dan penyinaran ultraviolet. Kapasitas mesin 200 liter per jam.

Penyediaan air bersih juga dilakukan lembaga lain, seperti Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung yang bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Mereka mengoperasikan dua mobil instalasi penjernih air. Ketua Umum IDI Zaenal Abidin mengatakan, kedua mobil itu akan diletakkan di dekat sumber air dan mudah diakses oleh mobil-mobil tangki untuk didistribusikan ke tempat-tempat pengungsian. (MZW)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau