KOMPAS. com — Kembar parasit kini tengah menjadi salah satu topik hangat perbincangan menyusul lahirnya bayi bernama Ginan Septian Nugraha, pada Senin (19/9/2013) lalu, di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Bayi yang seolah mengeluarkan janin lagi dari dalam mulutnya ini membuka mata masyarakat akan fenomena yang disebut kembar siam parasit.
Kembar siam parasit (conjoined parasitic twin) dalam dunia kedokteran adalah salah satu bagian dari kembar siam (conjoined twinning) dan merupakan abnormalitas bawaan (congenital abnormality). Kondisi ini ditandai adanya sebagian bentukan organ bayi lain yang menempel pada bayi yang lahir.
Sebagian bentukan ini kemudian menjadi parasit bagi bayi yang lahir dengan tubuh sempurna. "Dikatakan parasit karena bentukan ini menyerap nutrisi dari bayi yang bertubuh sempurna. Hal ini dikarenakan pembuluh darah yang menyambung di antara bayi," kata spesialis obstetri dan ginekologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dr Hasto Wardoyo.
Dari hasil observasi sejauh ini, memang ditemukan adanya pembuluh darah yang menyambung antara bayi Ginan dan kembar parasitnya. Bayi juga hanya memiliki satu jantung yang tumbuh di bayi yang utuh. Kondisi ini menjadikan parasit tetap hidup, dengan asupan yang sangat bergantung pada inang.
Kembar parasit ini tidak bergerak, dan kaki tumbuh tidak sempurna. Selain kaki, kondisi saluran pencernaan, lever, dan paru-paru parasit juga belum tumbuh sempurna. Parasit diketahui memiliki tanda kelamin laki-laki berupa testis dengan ukuran yang tidak sama.
Jenis kembar ini, kata Hasto, berawal dari kembar satu telur (monozigotik) yang gagal mengalami perkembangan. Kegagalan perkembangan ini berlangsung sampai usia 13 minggu dalam kandungan. Sel yang menjadi calon janin (zigot) tidak membelah sempurna, lalu berkembang menjadi bayi kembar yang tidak normal.
Sebaliknya, bila pembelahan zigot di awal masa kehamilan berlangsung sempurna, maka akan terlahir bayi kembar normal dan identik.
Spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit Ibu Anak Brawijaya Jakarta Dr Prima Progestian SpOG, berpendapat, bayi Ginan mungkin saja tidak disebut sebagai kembar parasit apabila kembarannya memiliki pembuluh darah terpisah. Menurutnya, kalaupun sel zigot tidak membelah secara sempurna dan kemudian bayi kembar tumbuh memiliki pembuluh darah masing-masing, kasusnya tidak dapat disebut sebagai parasit.
“Karena tidak ada yang berfungsi sebagai donor atau resipien. Kondisi seperti ini mungkin lebih tepat disebut tidak membelah sempurna,” kata dr Prima Progestian SpOG.
Lebih lanjut, Prima menjelaskan, kondisi pelekatan bayi kembar tidak bisa direncanakan. Hal ini bergantung pada bagian yang terakhir membelah. Bila yang terakhir membelah adalah eksoderma maka pelekatan ada di kulit, hidung, dan telinga. Sedangkan pada mesoderma, pelekatan bisa terjadi di otot, tulang, dan saraf. Sementara pembelahan terakhir yang berlangsung di endoderma bisa menghasilkan pelekatan di hati, jantung, dan paru.
“Pada kembar monozigotik pembelahan harus secepatnya terjadi. Makin telat pembelahan, maka kemungkinan lahirnya bayi kembar siam akan semakin besar,” kata Prima.
Pembelahan biasanya terjadi 6 jam seusai pembuahan. Sebaiknya pembelahan terjadi sebelum 24 jam, untuk menghindari risiko kembar siam. Untuk kasus Ginan, Prima memperkirakan, keterlambatan pembelahan hingga 72 jam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.