Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/04/2014, 11:27 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis


KOMPAS.com - Kepatuhan minum obat pada pasien penyakit kronis akan berpengaruh pada hasil pengobatan yang maksimal dan perburukan penyakit yang bisa dicegah. Namun, kepatuhan pasien untuk minum obat dalam jangka panjang masih rendah. Salah satu alasannya ketakutkan obat akan merusak ginjal.

Mitos tersebut ditepis oleh Dr.Ikhsan Mokoagow, Sp.PD. Menurutnya, pasien penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, atau penyakit jantung, justru akan mengalami perburukan penyakit lebih cepat jika tidak meminum obat.

"Pada kondisi tekanan darah tinggi, pembuluh darahnya akan cepat rusak. Nah, di ginjal itu banyak sekali pembuluh darah kecil. Kalau ginjalnya dibuka, itu banyak sekali pembuluh darahnya yang rusak akibat hipertensi. Makanya kalau tekanan darah tidak dikontrol, yang paling duluan rusak adalah ginjalnya," paparnya di sela acara temu media yang diadakan oleh Pfizer di Jakarta (15/4/14).

Masyarakat tidak perlu terlalu khawatir dengan efek pengobatan pada ginjal. "Hanya dengan minum obat yang kecil dosisnya itu, Anda akan terhindar dari kerusakan ginjal yang lebih cepat," ujar dokter dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo Jakarta ini.

Ia menambahkan, setiap obat yang beredar sudah diteliti puluhan tahun dan tetap diamati efek sampingnya meski sudah beredar. "Jadi obat yang beredar di pasaran adalah obat yang dianggap aman. Dokter juga tidak akan memberi obat dengan dosis tinggi, pasti dalam range yang wajar," katanya.

Penyakit kronis adalah penyakit dengan penyebab multifaktor dan memiliki efek kerusakan pada berbagai organ. Misalnya saja penyakit diabetes melitus dan hipertensi akan meningkatkan risiko penyakit jantung. "Saya lebih takut kalau pasien tidak minum obat, kerusakan organnya pasti lebih cepat," katanya.

Ikhsan mengatakan, memang ada obat-obat tertentu yang bisa membuat fungsi ginjal turun, misalnya obat antinyeri. Karena itulah pasien jangan mengobati diri sendiri, tapi berkonsultasi ke dokter sehingga bisa diberikan dosis yang tepat dan dipantau efek sampingnya.

Untuk pengobatan penyakit kronis, selain minum obat secara teratur, pasien juga dianjurkan untuk berkonsultasi secara berkala ke dokter untuk mengevaluasi pengobatan dan mengetahui apakah target pengobatan telah tercapai. Pemeriksaan laboratorium rutin juga wajib dilakukan.

Obat herbal

Obat-obatan farmasi dan obat herbal sering kali dibanding-bandingkan keamanannya. Padahal, menurut Ikhsan, obat farmasi sebenarnya lebih terukur dosisnya.

"Zaman dulu, ratusan tahun lalu, semua obat dokter memang berasal dari daun-daunan atau herbal. Tapi setelah diteliti ternyata dari 10 zat yang ada pada sebuah herba hanya satu yang diperlukan. Karena itu lalu difurifikasi dan dibuat sintesisnya karena kita tidak mau menghancurkan begitu banyak pohon," katanya.

Pada obat herbal, seringkali kita harus tetap meminum 10 zat yang ada pada obat tersebut. "Pertanyaannya, apakah ke-10 zat itu kia perlukan?" katanya.

Ikhsan mengatakan, dunia kedokteran tidak anti dengan obat herbal, tapi yang sudah terstandar dan diketahui efeknya. "Kalau untuk mengobati hipertensi tidak cukup dengan obat yang 5 ml, dokter akan naikkan jadi 10 ml. Lalu kalau untuk obat herbal bagaimana mengukurnya, perlu pakai berapa batang atau berapa pohon?" ujarnya.

Saat ini dunia pengobatan herbal sudah semakin maju sehingga ada obat-obatan herbal terstandar dan fitofarmaka sehingga dokter bisa memonitor efek sampingnya. Beberapa apotek juga sudah menyediakan obat-obatan tersebut. "Ada kondisi gangguan liver yang oleh dokter diobati dengan kurkuma atau temu lawak. Itu karena obat itu sudah terstandar," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com