KOMPAS.com - Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kondisi kronis yang melibatkan susah berkonsentrasi, hiperaktivitas, dan perilaku impulsif.
ADHD sendiri merupakan gangguan neurobehavioral. Dengan kata lain, ADHD adalah gangguan cara otak seseorang memproses informasi yang kemudian mempengaruhi perilakunya.
Sering kali, gejala ADHD terlihat pada masa kanak-kanak. Kabar buruknya, kondisi ini dapat terbawa hingga dewasa.
Baca juga: Tak Hanya Anak-anak, Orang Dewasa Juga Bisa Alami ADHD
Tidak jarang kondisi ini membuat seseorang mengalami kepercayaan diri yang rendah, masalah dalam hubungan, atau kesulitan dalam bekerja atau sekolah.
Melansir dari Mayo Clinic, penyebab pasti dari kondisi ini tidak diketahui.
Meski begitu, para peneliti percaya bahwa genetika, nutrisi, masalah sisrem saraf pusat selama perkembangan mempunyai peran besar dari kondisi ini.
Secara garis besar, berikut beberapa faktor risiko ADHD.
Merangkum dari Healthline, ada bukti kuat bahwa gen seseorang mempengaruhi ADHD.
Para peneliti menemukan bahwa kondisi ini dapat mempengaruhi kerabat dekat penderita ADHD. Artinya, jika orangtua Anda mengalami ADHD, Anda dan saudara mungkin lebih berisiko.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Neuropsychiatric Disease and Treatment 2016 menemukan bahwa 79 anak dengan ADHD, 41,3 persen memiliki ibu dengan ADHD dan 51 persen memiliki ayah dengan ADHD.
Meski begitu, belum dapat diketahui secara tepat gen mana yang mempengaruhi ADHD.
Melansir dari Business Insider, kemungkinan besar ADHD terkait bukan hanya dengan satu, tapi banyak gen.
Dikutip dari ADHD-institute.com, data dari Quebec Longitudinal Study of Child Development mengidentifikasi adanya faktor risiko kehamilan / anak usia dini yang terkait dengan gejala ADHD.
Baca juga: Anak Didiagnosis ADHD, Orangtua Harus Bagaimana?
Dalam studi tersebut, beberapa faktor yang mempengaruhi di antaranya:
Selain kondisi saat hamil, kondisi kelahiran juga punya pengaruh pada risiko ADHD. Beberapa di antaranya: