KOMPAS.com - Aneurisma otak merupakan tonjolan yang muncul di pembuluh darah otak. Jika tonjolan ini pecah maka akan terjadi perdarahan otak yang disebut stroke hemoragik. Sayangnya aneurisma otak seringkali tidak disadari karena jarang memberi gejala yang khas.
Data dari Brain Aneurysm Foundation mencatat, 1 dari 50 orang memiliki aneurisma yang belum pecah, dan setiap 18 menit satu aneurisma pecah dan sekitar 500.000 orang meninggal setiap tahun akibat aneurisma otak.
Menurut dokter bedah saraf Muhammad Kusdiansah, aneurisma otak terjadi karena pelebaran abnormal pada dinding pembuluh darah di otak. Bentuknya menyerupai balon yang menggembung keluar dari arteri.
"Kondisi ini bisa sangat berbahaya jika aneurisma tersebut pecah, karena dapat menyebabkan perdarahan di dalam otak yang berpotensi fatal," papar dokter dari RS Pusat Otak Nasional Jakarta ini.
Gejala aneurisma memang tidak khas, namun gejala yang mungkin muncul sebelum pecah termasuk sakit kepala parah, penglihatan kabur, nyeri di sekitar mata, atau gangguan saraf lainnya.
Baca juga: Kenali Apa Itu Aneurisma Otak, Penyebab, dan Tanda-tandanya
"Jika aneurisma pecah, gejalanya bisa berupa sakit kepala tiba-tiba yang sangat hebat, mual, muntah, leher kaku, kehilangan kesadaran, atau bahkan kematian,” jelas dr. Kusdiansah.
Salah satu metode untuk menghentikan aliran darah ke aneurisma adalah dengan metode bedah mikro yang disebut clipping.
"Pada prosedur ini dokter bedah saraf akan membuat sayatan di kulit kepala dan membuka sebagian kecil tulang tengkorak untuk mengakses otak. Dengan bantuan mikroskop khusus, dokter akan mencari dan mengidentifikasi lokasi aneurisma dan melakukan penjepitan pada leher aneurisma dengan clip, biasanya berbahan titanium,” jelas dr. Kusdiansah.
Prosedur clipping bertujuan untuk mencegah pecahnya aneurisma di masa depan atau pun pecah kembali setelah mengalami stroke.
Clipping sebenranya sudah biasa dikerjakan di rumah-rumah sakit pendidikan di Indonesia, namun Kemenkes memiliki program untuk meningkatkan kemampuan ini kepada dokter-dokter bedah saraf di seluruh Indonesia.
Untuk meningkatkan kemampuan dokter bedah saraf melakukan metode clipping untuk kasus aneurisme otak, Kementrian Kesehatan bersama dengan Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia (PERSEBSI) dan Aesculap Academy Indonesia mengadakan pelatihan microsurgery kepada 20 dokter bedah saraf dari 20 provinsi di Indonesia.
Baca juga: 7 Gejala Stroke yang Pantang Disepelekan
Pelatihan yang diadakan pada 29-30 Juni 2024 itu berlokasi di RS Pusat Otak Nasional Prof.Dr.Mahar Mardjono Jakarta dan bekerja sama dengan pusat medis neurosains terkemuka Barrow Neurological Institute.
Ketua PERSPEBSI, Prof. dr. Joni Wahyuhadi SpBS, mengatakan, Kemenkes dan PERSPEBSI berupaya semaksimal mungkin meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam menangani stroke.
"Hari ini kami mengadakan microsurgery cource dan hands on dengan mendatangkan ahli dari Amerika dan Jepang dalam meningkatkan neurointervensi terutama dalam penanganan aneurisma yang bisa ditangani dengan clipping atau menjepit,” katanya dalam acara pembukaan (29/6/2024).
Diharapkan sampai akhir 2024 ini semua propinsi di Indonesia sudah memiliki dokter bedah saraf dengan kemampuan microsurgery.
Dalam sambutannya yang dibacakan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikit mengatakan diperlukan teknologi kedokteran untuk mencegah stroke, salah satunya dengan teknologi microsurgery.
"Dengan teknologi dibidang preventif, diharapkan pada akhir tahun 2024, seluruh provinsi di Indonesia mampu menangani pembedahan clipping pada kasus aneurisma otak dan angka kejadian stroke karena perdarahan pembuluh darah di otak bisa diturunkan,” katanya.
Baca juga: Apakah Olahraga Berat Menyebabkan Stroke? Berikut Penjelasannya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.