KOMPAS.com-Budaya masyarakat yang gemar banyak makan makanan manis saat buka bersama (bukber) menjadi salah satu tantangan dalam menghadapi obesitas.
“Budaya-budaya (makan manis) dalam masyarakat, kalau kita tidak tahu (bahayanya) itu bisa berpotensi untuk kemudian terjadinya kondisi-kondisi daripada penyakit tidak menular,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, Selasa (5/3/2025) seperti ditulis Antara.
Baca juga: Malnutrisi Ganda: Saat Stunting dan Obesitas Berjalan Beriringan
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) milik Kementerian Kesehatan, pada tahun 2023 prevalensi obesitas pada penduduk di atas usia 18 tahun sebesar 23,40 persen. Angka tersebut naik dari tahun 2007 yakni 10,50 persen.
Beberapa faktor yang menyebabkan tren obesitas terus meningkat yakni gaya hidup yang malas bergerak hingga pola makan yang tidak teratur.
Obesitas juga diketahui dapat menjadi pencetus dari sejumlah penyakit tidak menular seperti stroke, penyakit jantung iskemik, PCOS, diabetes hingga hipertensi.
Baca juga: Penderita Diabetes dan Obesitas Rentan Alami Jamur Kulit
Sebagai langkah mengendalikan obesitas, Kementerian Kesehatan menjalankan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 63 Tahun 2015 tentang Perubahan Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 terkait pencantuman informasi kandungan gula, garam, lemak untuk pangan olahan dan pangan siap saji.
Kementerian Kesehatan juga memasifkan pesan kesehatan tentang batas maksimum konsumsi gula, garam dan lemak per orang per hari.
Nadia mengatakan, budaya makan makanan manis dapat terlihat ketika memesan minuman berupa teh di tempat makan.
Kebanyakan orang tidak peduli apabila minuman yang datang berupa teh manis dengan gula yang cukup banyak.
Kebiasaan lainnya yakni langsung memakan makanan manis secara berlebihan sebagai bentuk pelampiasan atas rasa lapar karena berpuasa. Makanan manis itu bisa berupa takjil seperti es buah ataupun kolak yang rasanya amat manis.
"Kalau misalnya kita lihat anjuran Nabi Muhammad, makanan manis itu sebenarnya kurma kan? Kurma itu manis tapi tidak membahayakan kita, jadi itu yang harus kita pastikan," katanya.
Baca juga: Obesitas Berpotensi Jadi Faktor Risiko Kanker pada Anak, Ini Kata Ahli
Nadia menjelaskan masyarakat tetap dapat mencicipi takjil yang manis, selama makanan itu tidak dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Termasuk dalam mengonsumsi makanan asin.
Ia menyoroti seringkali makanan yang dimasak di rumah rasanya cenderung asin karena dimasak dalam porsi yang besar.
Masyarakat pun diingatkan agar dapat mengatur konsumsi gula, garam dan lemak agar tetap dalam batas yang wajar, yakni empat sendok makan gula per hari, satu sendok teh garam per hari dan lima sendok makan minyak untuk asupan lemak per hari.
"Jadi tetap bahwa kita selalu walaupun kita berpuasa, sesuai dengan kebutuhan kalori kita, tetap kendalikan gula garam lemak kita, karena bukan berarti bahwa kita berpuasa itu, kemudian kita harus memenuhi kebutuhan dan gizi kita 2 kali lipat lebih banyak atau berlebihan," katanya.
Baca juga: Dokter: Penderita Obesitas dan Hipertensi Tak Disarankan Ikut Maraton
Masyarakat juga diminta agar tetap memenuhi cairan tubuh dengan meminum delapan gelas air atau setara dengan dua liter air sehari.
"Kalau dia puasa kadang orang jadi suka minumnya cuma dua gelas kan? kadang-kadang minumnya, padahal harusnya tetap kita beri asupan cairan setelah berbuka puasa," ujar Nadia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.