Kompas.com - Kehilangan seseorang yang dicintai bisa menyebabkan seorang wanita mengalami kesedihan terlalu lama. Kondisi tersebut akan memicu gejala mirip serangan jantung atau disebut juga sindrom patah hati.
Para dokter di Jepang pertama kali mengenali sindrom ini sekitar tahun 1990 dan menyebutnya Tokotsubo cardiomyopathy. Tako tsubo merupakan gurita yang terperangkap yang menyerupai bentuk gambaran pot di jantung.
Sindrom tersebut terjadi ketika ada kejutan besar, termasuk saat mendengar kabar gembira seperti menang lotere. Kejutan yang menimbulkan shock itu memicu adrenalin dan stres hormon lainnya sehingga jantung memompa bilik utama seperti balon dan mendadak tidak bisa bekerja baik.
Dalam penelitian terungkap hal itu bisa mengubah ritme jantung dan substansi darah yang mirip dengan kejadian serangan jantung tetapi tanpa ada sumbatan pembuluh darah. Mayoritas penderita akan sembuh dalam seminggu tetapi pada kasus yang jarang bisa berakibat fatal.
Dr.Mariell Jessup dari Universitas Pennsylvania termasuk dokter yang sudah sering menangani kasus sindrom patah hati. Salah satu pasiennya adalah Cyndy Bizon yang mengantar suaminya ke rumah sakit akibat serangan jantung di tahun 2005.
"Saat suaminya akan dibawa ke ruang operasi mendadak Bizon pingsan. Rasa ketakutan yang amat besar membuatnya mengalami sindrom patah hati," kata Jessup.
Yang menarik adalah kondisi tersebut paling sering dialami oleh perempuan dibanding laki-laki. "Kaum perempuan beresiko 7,5 kali lebih besar menderita sindrom ini dibanding pria," kata Dr.Abhishek Deshmukh dari Universitas Arkansas dalam presentasinya di pertemuan American Heart Association.
Para ahli mengatakan sindrom ini mungkin dipengaruhi oleh hormon. Alasan lain pria memiliki lebih banyak reseptor adrenalin di sel jantung dibandingkan wanita. "Sehingga pria lebih mampu mengatasi stres dan hormon-hormon yang dikeluarkan tubuh saat terjadi kejadian yang mengguncang," kata Deshmukh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.