Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BKKBN: Kebiasaan Konsumsi SKM untuk Balita Harus Dihentikan

Kompas.com - 07/11/2024, 21:06 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Antara

KOMPAS.com - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa kebiasaan minum susu kental manis (SKM) adalah perilaku salah yang harus dihentikan.

Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN Irma Ardiana mengatakan bahwa perlu intervensi holistik untuk mengubah kebiasaan konsumsi SKM pada balita.

“Jadi, holistik artinya kita melihatnya dari suprastruktur dan juga infrastruktur,” kata Irma dalam diskusi daring yang diadakan Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) di Jakarta yang dilansir dari Antara pada Kamis (7/11/2024).

Baca juga: Alasan Kenapa Susu Kental Manis Tidak Bisa Menggantikan Susu Sapi

Menurut dia, aspek suprastruktur termasuk regulasi mengenai SKM sudah memadai. Sehingga, tantangannya adalah aspek infrastruktur berupa pengawasan dan penindakan.

Ia mengatakan, proses untuk mengubah perilaku konsumsi SKM sebagai susu balita membutuhkan waktu yang panjang dimulai dari memastikan masyarakat dibekali dengan pengetahuan yang cukup.

Setelah memiliki pengetahuan, ia menegaskan bahwa masyarakat juga harus dipastikan berdaya untuk mengubah perilaku konsumsi SKM.

"Kita perlu sekali untuk melihat kira-kira apa yang mendorong perilaku salah, dari pihak industri dan dari pihak konsumen. Kalau dari pihak industri, kita sudah punya regulasi. Tetapi yang perlu dikawal ini juga dari pihak konsumennya," ujar Irma.

Menurut ia, masyarakat yang masih menggunakan susu kental manis sebagai minuman susu balita biasanya didorong oleh faktor ekonomi dan ketidaktahuan.

“Kalau masyarakat urban, kami melihat literasi digitalnya sudah sangat tinggi. Jadi kita bisa memanfaatkan berbagai kanal-kanal media sosial. Tetapi juga kalau segmennya adalah mereka yang berbasis rural, ini perlu ada pendampingan khusus,” terang Irma.

Saat ini, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan penyataan yang tidak menganjurkan masyarakat untuk konsumsi SKM sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu.

Baca juga: Mendudukkan Polemik Konsumsi Susu Kental Manis, Ini Kata Pakar Gizi

Menurut BPOM, susu kental hanya dapat digunakan sebagai topping, pelengkap, atau campuran pada makanan atau minuman.

Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, pelaku usaha susu kental dan analognya diwajibkan untuk mencantumkan peringatan pada label pangan berupa tulisan berwarna merah di dalam kotak persegi panjang berwarna merah di atas dasar putih.

Pasal 67 Peraturan BPOM tersebut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2021 menyebutkan, pelaku usaha dilarang mencantumkan pernyataan, keterangan, tulisan, gambar, logo, klaim, dan/atau visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi serta semata-mata menampilkan anak di bawah usia 5 tahun pada susu kental dan analognya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Irma menegaskan bahwa masyarakat harus selalu mengecek label, izin edar, dan tanggal kadaluwarsa pada kemasan SKM sebelum memutuskan untuk membelinya.

Selanjutnya, Irma mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam mengubah kesalahpahaman masyarakat atas penggunaan SKM sebagai minuman susu balita.

Selain itu, ia meminta perhatian seluruh pihak ikut memastikan agar tumbuh kembang anak-anak bisa optimal dengan mengonsumsi makanan dan minuman bergizi.

Baca juga: Ini Batas Aman Konsumsi Susu Kental Manis Menurut Ahli Gizi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau