Hillerod, Kompas - Perubahan pola makan, meningkatnya kesejahteraan masyarakat, dan makin banyaknya penduduk yang tinggal di perkotaan membuat jumlah pengidap diabetes melitus di dunia membengkak. Jika tak segera diatasi, diabetes akan menjadi beban kesehatan sekaligus beban pembangunan serius bagi semua negara.
”Para politisi harus segera memberi perhatian agar diabetes diantisipasi dan dicegah,” kata Lise Kingo, Executive Vice President and Chief of Staffs Novo Nordisk, di Hillerød, Denmark, Senin (27/8), sebagaimana dilaporkan wartawan Kompas M Zaid Wahyudi. Novo Nordisk adalah perusahaan farmasi global asal Denmark yang sebagian besar produknya terkait diabetes.
Tahun 2011 diperkirakan ada 366 juta pengidap diabetes. Jumlah ini naik 8,4 persen dibandingkan tahun 2007 sebanyak 151 juta orang. Jika tak segera dikendalikan, diproyeksikan akan ada 552 juta pengidap diabetes tahun 2030. Sebanyak 80 persen di antaranya di negara berkembang.
Faktor risiko yang memicu banyaknya pengidap diabetes antara lain umur lebih dari 45 tahun, kegemukan, perubahan gaya hidup, dan persoalan genetik.
Menurut Kingo, banyak pengidap diabetes tidak mendapat perawatan dengan baik, bahkan tidak terdeteksi. Dari semua pengidap, diperkirakan hanya separuh yang didiagnosis, dan seperempat yang bisa mengakses layanan kesehatan, 12 persen bisa mendapat perawatan memadai, serta hanya 6 persen yang hasil perawatannya optimal. Tahun lalu, kematian akibat diabetes mencapai 4,6 juta orang.
Lebih dari separuh pengidap diabetes juga mengidap berbagai penyakit penyerta, dari gangguan mata, ginjal, kaki diabetes (gangren) yang sering kali harus diamputasi, hingga gangguan jantung. Hal ini membuat biaya kesehatan sangat besar. Tahun 2011 saja, dunia mengeluarkan 465 miliar dollar AS (sekitar Rp 4,4 triliun). Artinya, 11 persen pengeluaran untuk kesehatan penduduk umur 20-79 tahun habis hanya untuk diabetes.
Indonesia terancam
Kondisi Indonesia sama. Atlas Diabetes edisi ke-5 yang disusun International Diabetes Foundation menyebutkan, jumlah pengidap diabetes di Indonesia usia 20-79 tahun pada 2011 mencapai 7,3 juta orang dan menduduki peringkat ke-10 negara dengan pengidap diabetes terbesar. Pada 2030 diperkirakan ada 11,8 juta pengidap diabetes dan menempatkan Indonesia di urutan ke-9.
Hal ini menjadi kekhawatiran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), organisasi dokter konsultan endokrinologi metabolik dan diabetes. Menurut Dante Saksono Harbuwono, anggota Bidang Penelitian Perkeni, beberapa waktu lalu, di Jakarta, ”Lonjakan jumlah penderita diabetes sulit dihindarkan seiring rapatnya jejaring genetik pengidap akibat perkawinan.”
Diabetes diturunkan ke generasi berikutnya. Meski generasi mendatang mampu mengubah gaya hidup hingga menjadi lebih baik, dalam diri mereka terkandung gen diabetes.
Meski penyakit ini tidak bisa disembuhkan, diabetes bisa dikelola hingga para pengidap dapat hidup normal seperti orang sehat. Selain perawatan optimal dan mengikuti petunjuk dokter, deteksi dini jadi syarat utama.
Persoalan deteksi dini menjadi kendala di Indonesia. Menurut Dante, rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri secara berkala, terbatasnya akses kesehatan, serta banyaknya dokter di layanan kesehatan primer yang tidak memahami deteksi dini dan perawatan diabetes membuat banyak kasus diabetes ditemukan dalam fase lanjut.
Diabetes di Indonesia tidak menjadi monopoli kelompok menengah atas. Pengidap tak hanya didominasi kelompok lanjut usia, tetapi banyak juga anak muda. Tingginya obesitas pada kelompok ekonomi menengah bawah membuat mereka yang tinggal di perdesaan mengidap diabetes.
Ini akan memberi beban tersendiri bagi negara. Terlebih, kata Dante, pemerintah sedang menggarap jaminan kesehatan semesta yang akan diberlakukan pada 2014. Selama diabetes dan penyakit-penyakit lain tidak dikendalikan, berapa pun dana yang digelontorkan untuk mengobati masyarakat tidak akan cukup. Padahal, dana ini dapat digunakan di sektor lain untuk mendorong kesejahteraan masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.