Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/09/2013, 15:21 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com — Survei kesehatan reproduksi ternyata program wajib yang dilakukan seluruh sekolah menengah di Indonesia. Survei dilakukan untuk mengetahui derajat kesehatan anak sekolah. Sementara tujuan khususnya adalah mengetahui status pubertas dan mendeteksi secara dini masalah kesehatan peserta didik.

Menurut Dirjen Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi, program ini sudah diuji coba pada 2010 di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Survei ini diwajibkan kepada seluruh sekolah mulai tahun ini walaupun belum ada sanksi bagi sekolah yang menolak.

"Program ini wajib untuk seluruh sekolah menengah di Indonesia. Tidak hanya reproduksi, survei ini membahas kesehatan remaja secara umum," kata Jane pada temu media di Jakarta, Sabtu (7/9/2013), membahas kontroversi survei ukuran organ reproduksi di kalangan pelajar.

Uji coba tersebut, menurut Jane, berjalan baik dan tidak menimbulkan kontroversi. Dengan survei ini, kata dia, bisa dilihat level kematangan reproduksi anak sesuai usianya. Selanjutnya, hasil survei bisa digunakan untuk mencegah berbagai masalah reproduksi, terutama terkait pubertas.

Program ini, papar Jane, dilatarbelakangi penelitian yang mengatakan satu dari 5.000 anak mengalami masalah pubertas, dengan jumlah 10 kali lebih banyak pada anak perempuan. Penelitian juga mengatakan, 3 persen anak di dunia mengalami keterlambatan pubertas. Khusus untuk Indonesia, survei diharapkan bisa mengetahui derajat kematangan seksual anak. Selanjutnya bisa disiapkan berbagai program untuk mencegah pernikahan dini dan kejadian melahirkan di usia yang di bawah 20 tahun.

Survei juga berguna untuk mencegah penularan HIV akibat hubungan seks terlalu dini, di luar pernikahan, atau sesama jenis.

"Jumlah anak yang berhubungan seks pranikah di usia remaja cenderung meningkat, baik pada laki-laki maupun perempuan. Belum lagi, tingginya angka risiko kematian ibu dan bayi bila melahirkan dalam usia terlalu muda," kata Jane.

Berdasarkan survei SDKI 2007, angka perinatal mortality rate pada ibu di bawah 20 tahun mencapai 50 per 1.000 kelahiran. Sementara untuk neonatal mortality rate adalah 30 per 1.000 kelahiran. Hasil survei selanjutnya menjadi pegangan puskesmas dan usaha kesehatan sekolah (UKS), serta bersifat rahasia.

Jane mengatakan, hasil pemeriksaan akan dicatatkan dalam buku Pemantauan Kesehatan Remaja. Survei ini akan dilakukan saat mulai tahun ajaran baru. Walau sempat terjadi kontroversi, Jane berharap program ini bisa terus berlanjut dan bermanfaat.

"Kita akan sosialisasi lagi, mungkin ada yang salah atau maksudnya kurang tersampaikan. Namun, program ini akan terus berjalan sesuai tahapannya di seluruh Indonesia," kata Jane.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau