KOMPAS.com - Sebuah alat baru memberi secercah harapan dalam perawatan mendengkur dan sleep apnea. Alat tersebut berupa implan yang ditanamkan di dada untuk menstimulasi saluran nafas atas. Alat ini berfungsi seperti pacemaker pada jantung, hanya saja ia merangsang saraf-saraf pada rahang untuk membuka saluran nafas.
Ngorok selama ini dianggap sebagai suara yang mengganggu. Kebanyakan masyarakat di Indonesia bahkan beranggapan bahwa dengkuran merupakan tanda dari tidur yang nyenyak. Padahal, kenyataannya malah sebaliknya, mendengkur justru membuat kualitas tidur seseorang jadi buruk jika terjadi episode henti nafas di antaranya.
Mendengkur terjadi karena menyempitnya saluran nafas atas saat tidur. Jaringan-jaringan lunak seperti langit-langit mulut, pangkal lidah dan dinding belakang faring kehilangan refleks hingga melemah saat tidur. Akibatnya, saluran nafas jadi menyempit. Sempitnya saluran sebabkan peningkatan tekanan yang menggetarkan jaringan lunak sepanjang jalan nafas atas. Inilah penyebab suara dengkur.
Mendengkur jadi berbahaya ketika penyempitan saluran nafas pada akhirnya menghambat aliran udara saat tidur. Akibatnya, walau ada gerakan nafas, aliran udara terhenti. Gerakan nafas pun tampak menghebat karena usaha tubuh kompensasi. Kondisi ini disebut sleep apnea atau henti nafas saat tidur.
Karena sesak, penderita akan terbangun singkat tanpa terjaga. Ia tak sadar jika sepanjang tidur terbangun-bangun, ia hanya merasa bangun tak segar dan mudah mengantuk di siang hari. Kantuk berlebihan atau hipersomnia serta tidur mendengkur merupakan dua gejala utama dari sleep apnea.
Perawatan
Setelah diagnosis di laboratorium tidur, pendengkur akan diberi perawatan. Perawatan bisa berupa penggunaan CPAP, dental appliances atau pembedahan tergantung hasil pemeriksaan tidur. Sampai saat ini efektivitas perawatan terbaik adalah penguunaan CPAP.
CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) meniupkan tekanan positif ke saluran nafas untuk mengganjal saluran nafas agar tetap terbuka. Dimana pun letak sumbatan ia akan membuka saluran. Macam-macam alat dan penyetelan alat tergantung pada jenis dan keparahan serta komplikasi dari sleep apnea yang diderita.
Dental appliances dan pembedahan juga bisa jadi sangat efektif jika dilakukan pada kondisi yang tepat. Misalkan pada pasien-pasien yang tidak dapat gunakan CPAP, alternatif terapi lain bisa dipertimbangkan.
Alat baru
Teknik perawatan ini bernama Hypoglossal-Nerve Stimulation. Prinsipnya, alat ini diimplan di dalam dada. Alat ini akan membaca gerakan nafas, hingga setiap kali menarik nafas, alat ini akan menstimulasi saraf hipoglosus di bawah rahang. Dengan stimulasi tersebut otot-otot dasar lidah akan terangsang dan mencegah pangkal lidah terjatuh menutup saluran nafas. Sehingga diharapkan dapat membuka saluran nafas saat tidur.
Penggunaan alat ini sedang diteliti efektivitasnya oleh para ahli. Salah satu penelitian yang diterbitkan pada the New England Journal of Medicine mengulas penggunaan alat ini. Dikatakan bahwa dua pertiga dari pasien mengalami perbaikan henti nafas dan kadar oksigen selama tidur. Rasa kantuk berlebih pun dilaporkan berkurang.
Setelah dipilih secara seksama ada 126 pasien yang menjalani pembedahan minor untuk memasang alat yang dikendalikan oleh remote control tersebut. Setelah digunakan selama satu tahun, indeks henti nafas tidur turun jadi 9 kali perjam, dimana rata-rata pasien mengalami henti nafas 29,3 kali perjamnya. Sementara penurun oksigen yang semula rata-rata 25,4 kali perjam, turun jadi 7,4 kali perjam.
Sayangnya, walau sudah dipilih agar memberikan hasil terbaik, ada sepertiga pasien yang tak alami perbaikan sama sekali. Sementara ada 20 pasien yang malah memburuk kondisinya. Namun oara peneliti juga masih belum bisa menjelaskan penyebabnya.
Pada pasien-pasien yang berhasil baik setelah penggunaan satu tahun, perawatan dicoba untuk dihentikan. Hasilnya, henti nafas dan kadar oksigen langsung memburuk kembali. Ini membuktikan bahwa pada kelompok pasien ini perawatan dengan alat hypoglossal-nerve stimulation berhasil baik.
Alat yang bisa dipasang lewat tindakan bedah ringan ini menjadi harapan baru bagi pendengkur dan penderita sleep apnea. Namun para ahli mengingatkan bahwa tidak semua pendengkur dapat berhasil baik dengan teknik ini. Hanya pasien dengan kondisi tertentu saja. Contohnya, penderita sleep apnea dengan struktur rahang sempit atau pendengkur dengan kegemukan. Sementara penderita sleep apnea parah dengan jumlah henti nafas lebih dari 30 kali per jam kemungkinan berhasilnya akan sangat kecil jika gunakan alat ini.
Alat yang masih dalam tahap penelitian ini diharapkan segera bisa digunakan agar semakin banyak penderita sleep apnea dapat merasakan manfaat perawatan. Sekedar mengingatkan, dengkur yang dibiarkan bisa menyebabkan hipertensi, diabetes, berbagai penyakit jantung, stroke hingga kematian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.