KOMPAS.com - Transplantasi ginjal menjadi prosedur yang mulai banyak dipilih bagi orang-orang yang menderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Di RSCM saja, angkanya meningkat cukup tajam sejak dua tahun terakhir, yaitu 60 di 2012 dan 77 di 2013, yang di tahun-tahun sebelumnya rata-rata hanya mencapai 20an saja.
Salah satu faktor penting yang menunjang keberhasilan transplantasi ginjal adalah donor. Semakin dekat kekerabatan donor dengan resipien (penerima) maka kemungkinan ginjal donor ditolak oleh tubuh resipien juga akan semakin kecil.
Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia Chaidir A Mochtar mengatakan, sebenarnya donor bisa didapat dari siapapun, namun lebih baik lagi jika donor memiliki hubungan sedarah dengan resipien.
"Ini berarti anak, orangtua, dan saudara kandung adalah donor yang paling nyaman bagi resipien," kata Chaidir saat ditemui dalam sebuah diskusi kesehatan, Rabu (5/2/2014) di Jakarta.
Lalu bagaimana dengan istri atau suami? Chaidir menegaskan, meskipun dekat, namun pasangan sejatinya tidak memiliki keterkaitan darah. Sehingga meskipun bisa, ada kemungkinan yang lebih besar ginjalnya bisa ditolak oleh tubuh resipien.
Kendati demikian, lanjut dia, reaksi penolakan dapat ditekan dengan obat-obatan imunosupresif yang diberikan setelah prosedur transplantasi selesai. Fungsinya adalah untuk menekan sistem imun resipien agar tidak terlalu reaktif menolak organ yang ditanamkan pada tubuhnya.
Obat-obatan tersebut biasanya diberikan dengan dosis berkala yang jika reaksi penolakannya sudah berkurang, maka obat pun akan berangsur-angsur dikurangi dosisnya.
"Karena itulah, kontrol rutin selepas transplantasi perlu dilakukan, meskipun frekuensinya tidak perlu sesering pasien yang melakukan hemodialis," tutur dia.
Menurut Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Endang Susalit, meskipun sudah cukup diminati beberapa tahun terakhir, namun perkembangan transplantasi ginjal di Indonesia masih terbilang lambat dibandingkan negara lain.
Beberapa hal yang menghambat perkembangan tersebut adalah transplantasi ginjal baru dilaksanakan dari donor hidup, sedangkan donor cadaver atau orang yang sudah meninggal belum dapat dilaksanakan.
"Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum mengenal transplantasi organ sehingga masih apatis terhadapnya," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.