KOMPAS.com -- Sebagian pria terlahir dengan cacat genetik yang menyebabkan mereka tidak subur (infertil). Ini kemudian yang menyebabkan mereka tidak cukup memproduksi sperma yang dibutuhkan untuk membuahi sel telur. Namun, kini peneliti menemukan teknik baru yang memungkinkan produksi sperma tahap awal (bibit) dari sel kulit.
Peneliti mengatakan, teknik baru tersebut paling tidak dapat menjadi cara baru untuk mempelajari perkembangan sperma dan terapi infertilitas pria.
Ketua peneliti Reijo Pera dari Institute of Stem Cell Biology and Regenerative Medicine di Stanford University mengatakan, studi ini merupakan model eksperimental pertama yang mempelajari perkembangan sperma.
"Teknik tersebut juga bisa berpotensi menghasilkan terapi berbasis sel di klinik. Sebagai contoh, untuk membentuk sperma dengan kualitas yang lebih baik dan jumlah yang lebih banyak dilakukan di laboratorium, lalu ditransplantasi secara langsung ke testis pria," kata Pera.
Infertilitas memengaruhi 10-15 persen pasangan. Jumlah pria yang tidak subur akibat faktor genetika cukup tinggi. Penyebab utama cacat genetik yaitu hilangnya gen pada kromosom Y pria. Meskipun begitu, pemicunya di tingkat molekular belum diketahui secara pasti.
Studi yang dipublikasi dalam jurnal Cell Reports ini melibatkan tiga pria infertil yang masing-masing memiliki kecacatan pada DNA kromosom Y. Mereka dinyatakan tidak atau kurang mampu memproduksi sperma.
Untuk mengatasinya, peneliti mengambil sel-sel dari jaringan ikat fibroblas yang direkayasa untuk menjadi sel punca atau yang dikenal dengan sel punca pluripoten diinduksi (induced pluripotent stem). Diketahui bahwa sel punca merupakan sel yang belum terdiferensiasi sehingga mampu berkembang menjadi sel-sel tertentu.
Pera mengatakan, dalam studi ini, sel punca dapat digunakan untuk mendiagnosis kecacatan sel sperma sekaligus berpotensi membentuknya. Pendekatan ini sangat berpotensi menjadi pengobatan bagi mereka yang memiliki gangguan genetik kekurangan produksi sperma.
"Bahkan pendekatan yang sama dapat digunakan pada pria yang kehilangan kemampuan memproduksi sperma karena terapi kanker yang bersifat gonadotoksik," ujar Pera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.