Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/11/2014, 11:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) masih menjadi budaya masyarakat Indonesia. Bahkan, Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi setelah India dalam perilaku BABS. Kesulitan mengakses air bersih dan keterbatasan sistem sanitasi sering menjadi permasalahan budaya BABS di pedesaan.

Namun, perilaku BABS juga masih terjadi perkotaan yang modern bahkan dikelilingi oleh gedung-gedung bertingkat. Hal tersebut diungkapkan oleh Lilik Trimaya dari Unicef Water, Sanitation, Hygiene (WASH) Program.

"Jika banyak pandangan masyarakat bahwa perilaku BABS ini banyak terjadi di pedesaan, namun nyatanya masyarakat di perkotaan juga masih melakukan hal tersebut. Jakarta termasuk salah satu daerah paling parah untuk masalah ini," kata Lilik.

Bantaran sungai menjadi lokasi sasaran masyarakat  untuk perilaku BABS ini di perkotaan. Walaupun masih banyak tempat yang layak untuk melakukan buang air besar, tapi banyak pula masyarakat yang masih memilih sungai menjadi tempat membuang tinja.

Tanpa disadari, sungai tersebut sering digunakan oleh anak-anak untuk mandi dan melakukan hal lainnya, seperti berenang. Bakteri-bakteri yang tercampur dengan air sungai akan mudah masuk ke dalam tubuh anak dan menimbulkan risiko penyakit.

"Setidaknya ada dua bahaya yang bisa menimpa anak-anak. Pertama, yaitu penyakit diare dan pneumonia yang sebagian besar menjadi penyebab kematian balita di Indonesia. Yang kedua, anak-anak bisa mengalami masalah stunting, di mana tinggi badan tidak sesuai dengan umur anak," ungkap Lilik.
 
Menurut Lilik, anak- anak yang masih dalam masa pertumbuhan membutuhkan gizi yang baik yang dipenuhi dengan kualitas air bersih dan praktik sanitasi yang baik. Namun, nyatanya kebutuhan tidak tercukupi maka anak lebih rentan terkena penyakit.

Perilaku BABS dan sanitasi buruk juga memperbesar resiko terganggunya fisik anak sehingga tidak optimal pada usianya.  Masalah kekerdilan pada anak juga mempunyai efek jangka panjang yang mempengaruhi mereka, baik secara fisik maupun ekonomi dan sosial.

Hal tersebut juga dibuktikan dengan hasil survei Levels & Trends in Child Mortality tahun 2014, lebih dari 370 anak berusia balita meninggal di Indonesia setiap harinya. Ancaman kesehatan tersebut membuat UNICEF lebih peduli dan mendukung program pemerintah mengenai sanitasi dengan meluncurkan Kampanye Tinju Tinja untuk memerangi perilaku BABS.

Kampanye berbentuk multimedia tersebut menggandeng artis sekaligus aktivitis, Melanie Subono untuk menjadi ambasador kampanye ini. Peluncuran kampanye ini dilakukan pada Rabu (19/11/14), bertepatan dengan World Toilet Day dan Konvensi Hak-hak Anak ke-25.

Sebelumnya kampanye ini diawali dengan penayangan teaser pada bulan November dengan memanfaatkan media sosial, seperti Twitter, Youtube dan forum Kaskus. Kampanye ini cukup unik dengan menggambarkan sosok Ninja Tinja yang kemunculannya menjadi teror bagi kesehatan anak-anak dan harus dikalahkan dengan tinju. Melanie sendiri digambarkan sebagai pahlawan untuk membantu anak-anak menghadapi Ninja Tinja tersebut.  (Eva Erviana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau