"Kita telah melewati titik kritis dalam perang AIDS di tingkat global. Namun belum semua negara mencapai tahap akhir ini, dan pencapaian ini bisa dengan mudah melambat," kata Erin Hohlfelder, dari lembaga kampanye pencegahan AIDS, ONE.
Ia juga mengingatkan, mencapai titik ini bukan berarti akhir dari AIDS, terutama karena belum ada obat untuk penyakit ini. Walau begitu, meski sudah HIV positif, tetapi AIDS bisa dijauhkan dengan pengobatan antiretroviral.
Pandemi AIDS sendiri dimulai lebih dari 30 tahun yang lalu dan telah menewaskan 40 juta orang di seluruh dunia.
Penelitian yang dipublikasikan pada bulan Juli oleh PBB menunjukkan, kematian terkait AIDS di seluruh dunia turun menjadi 1,5 juta tahun lalu dari jumlah 1,7 juta tahun sebelumnya. Itu adalah penurunan tahunan paling tajam sejak puncak epidemi pada tahun 2004 dan 2005.
Infeksi baru juga turun menjadi 2,1 juta tahun lalu sebanyak 38 persen dibandingkan dengan 3,4 juta pada tahun 2001.
"Tetapi, separuh dari 35 juta orang dengan HIV tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi, jadi pertempuran masih jauh dari selesai", kata Michel Sidibe, kepala UNAIDS.
Ia optimistis jika upaya pengendalian AIDS tetap berada di jalur ini, maka pada tahun 2030 bukan tidak mungkin AIDS tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
"Apa yang kita lakukan selama lima tahun ke depan akan menentukan 15 tahun berikutnya," katanya.
UNAIDS menyebutkan, perang melawan AIDS harus fokus secara tepat pada 15 negara yang menyumbang tiga perempat dari infeksi baru, yaitu 9 negara di Afrika yakni Kamerun, Kenya, Mozambik, Nigeria, Afrika Selatan, Tanzania, Uganda, Zambia, dan Zimbabwe.
AFP melaporkan negara seperti Brasil, China, India, Indonesia, Rusia, dan Amerika Serikat juga harus diperhatikan.
Secara global, laporan tersebut mengatakan, 35 juta orang hidup dengan virus pada tahun 2013, naik dari 34,6 juta pada tahun sebelumnya. Masalah utama adalah bahwa 19 juta orang tidak tahu bahwa mereka HIV positif.
Karena itu, tugas besar yang menanti adalah menyediakan layanan diagnosis dini dan akses terhadap pengobatan. WHO sendiri telah menyerukan upaya lebih keras pada kelompok berisiko, yakni pria homoseksual, transjender, pekerja seks, serta pengguna narkoba jarum suntik. Kelompok ini menyumbang sekitar separuh dari kasus HIV baru. (Eva Erviana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.