KOMPAS.com – Banyak yang berpendapat, orang-orang yang tinggal di perkotaan lebih berisiko terkena penyait asma. Pendapat tersebut memang masuk akal karena banyak daerah perkotaan lebih tinggi polusinya dibanding wilayah pedesaan.
Namun, penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology berpendapat lain. Berdasarkan penelitian mereka, faktor yang paling memengaruhi asma adalah kemiskinan.
"Kami agak terkejut karena menemukan bahwa hidup di kota nampaknya tidak menjadi faktor risiko untuk asma,” ujar asisten profesor pediatri di John’s Hopkins Children’s Center, dokter Corinne Keet.
Berdasarkan penelitian terhadap 23.000 anak-anak Amerika, mereka yang tingkat ekonominya rendah lebih berisiko asma. Penelitian ini melihat ras, etnis, daerah geografis, jenis kelamin, dan usia.
Risiko asma, lanjut Keet, juga bisa terjadi pada bayi yang lahir prematur dan ibu hamil yang terpapar asap rokok. Selain itu, kemiskinan yang dapat memicu stres juga dinilai bisa menyebakan asma. Gejala asma juga dapat muncul jika seseorang memiliki alergi seperti alergi debu, kecoa, tikus, rokok, hingga kotoran hewan.
Sementara itu, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa faktor genetika merupakan yang paling banyak menyebabkan asma, seperti di Afrika.
Keet mengaku belum menemukan kaitan yang kuat antara tingal di perkotaan dengan faktor utama seseorang terkena asma. Namun ia menduga hidup perkotaan memang dapat memperburuk penyakit asma.
Meski demikian, penelitian lainnya telah menyatakan bahwa penyebab asma adalah polusi. Dibanding udara luar, polusi dalam ruangan disebut lebih dapat memicu asma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.