Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/01/2015, 14:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Hampir sepertiga jajanan anak sekolah di 23.500 sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah di Indonesia tercemar mikroba berbahaya. Pada jajanan anak sekolah juga ditemukan penggunaan bahan berbahaya dan bahan tambahan pangan yang tidak memenuhi syarat.

Demikian hasil uji yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Januari-Agustus 2014. Hasil uji lengkap tahun 2014 belum ada karena data pada September-Desember belum selesai dianalisis.

Kepala BPOM Roy Sparringa, dalam jumpa pers, Jumat (30/1), di Jakarta, mengatakan ada empat jenis jajanan anak sekolah paling tercemar, yakni es batu, minuman dingin, jelly atau agar-agar, dan bakso.

”Masalah es batu belum teratasi hingga tuntas. Intervensi kami belum mengubah perilaku (masyarakat) hidup bersih,” katanya. Tingginya kandungan mikroba pada jajanan anak sekolah disebabkan bahan ataupun proses pengolahan tak bersih.

Untuk itu, sejak Desember 2014, BPOM menyurati balai-balai POM di daerah agar bekerja sama dengan pemda setempat dalam mengidentifikasi pabrik- pabrik es dan makanan olahan. Pengawasan keamanan pangan dilakukan lebih ke hulu demi mengurangi pasokan pangan berbahaya. Namun, pengawasan keamanan es batu sulit dilakukan karena es batu juga diproduksi industri rumah tangga.

Pengujian

Pengujian jajanan anak sekolah merupakan bagian dari Aksi Nasional-Pangan Jajanan Anak Sekolah (AN-PJAS) yang berlangsung sejak tahun 2011. Dalam kurun waktu empat tahun, pada jajanan anak sekolah ditemukan cemaran mikroba, penggunaan bahan berbahaya, dan bahan tambahan pangan (BTP) berlebih. Contohnya, pemakaian rhodamin B, metanil yellow, formalin, dan boraks.

Dalam tiga tahun terakhir, angka penggunaan bahan berbahaya pada jajanan yang diuji tahun 2012 mencapai 9 persen, 5,9 persen (2013), dan 5,33 persen (2014). Adapun angka BTP berlebih 24 persen (2012), sebanyak 17,3 persen (2013), dan 15,92 persen (2014). Sementara angka cemaran mikroba naik, yakni 66 persen tahun 2012, sekitar 76,02 persen (2013), dan 78,63 persen (2014).

Untuk itu, BPOM mengintervensi berbagai pihak di sekolah, mulai dari guru, siswa, hingga orangtua siswa. Intervensi juga dilakukan kepada pedagang agar tak menjual jajanan yang tak memenuhi syarat. ”Semua pihak di sekolah termasuk pedagang di kumpulkan, dan kami edukasi,” kata Roy.

Melalui kegiatan AN-PJAS, informasi keamanan pangan disampaikan kepada 3,9 juta siswa, 7,8 juta jiwa orangtua siswa, dan 236.000 guru. Sosialisasi juga dilakukan kepada 236.000 pedagang sekitar sekolah dan 71.000 pengelola kantin sekolah.

Direktur Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM Halim Nababan menjelaskan, selama uji cepat jajanan di sekolah, siswa ikut dilibatkan mengambil sampel. Mereka diberi informasi keamanan pangan. Mereka juga menyampaikan informasi tentang kebersihan dan keamanan pangan kepada para pedagang di sekitar sekolah.

Di bawah bimbingan guru, para siswa itu akan menjadi fasilitator keamanan pangan di sekolah. Jadi, meski AN-PJAS berakhir, pengawasan keamanan jajanan sekolah tetap berjalan.

Meski telah dilakukan di banyak sekolah, kata Roy, AN-PJAS belum mencakup sekolah tingkat lanjut. Sekolah yang dipilih juga masih didominasi sekolah di ibu kota provinsi. (ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau