Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/06/2015, 08:00 WIB
Kontributor Health, Diana Yunita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masih ingat dengan Ice Bucket Challenge yang cukup menghebohkan tahun lalu? Atau malah Anda sendiri ikut tantangan tersebut? Tidak masalah, apakah Anda melakukan (dan menantang anggota keluarga atau teman lain) maupun hanya mendengar (atau menonton videonya) tantangan tersebut. Yang pasti, dengan video Ice Bucket Challenge, kesadaran tentang ALS bertambah. 

Ice Bucket Challenge adalah tantangan untuk menyiram tubuh dari atas kepala dengan seember air ditambah dengan es batu. Tantangan tersebut dilakukan guna meningkatkan kesadaran atas ALS melalui video. Fenomena ini sangat mewabah. Justin Timberlake, David Beckham, Justin Bieber, hingga Mark Zuckerberg serta Bill Gates, dan sederet selebriti lainnya melakukan tantangan tersebut. 

Sebelum ada Ice Bucket Challenge, tidak banyak orang mengetahui tentang ALS. Kemunculan tantangan tersebut, sukses menarik perhatian orang terhadap ALS. 

ALS atau amyotrophic lateral sclerosis, ditandai oleh adanya degenerasi yang progresif pada sel-sel saraf motor di otak dan sumsum tulang belakang. Normalnya, sel-sel saraf motor mengendalikan otot yang membuat manusia dapat bergerak, berbicara, menelan, bahkan bernapas.

"Pada ALS, karena ada proses degeneratif sel saraf motor, membuat otot-otot menjadi tidak berfungsi lagi," terang dr. Sheila Agustini, Sp.S., spesialis saraf dari RS Mayapada, Jakarta.

Amyotrophic diartikan sebagai otot yang tidak mendapat nutrisi atau makanan, sehingga menjadi lapar. Lateral adalah lokasi sel saraf yang terkena dan sclerosis merupakan pembentukan jaringan parut dan pengerasan pada bagian lateral

ALS, yang juga kerap disebut sebagai penyakit Lou Gehrig (seorang pemain baseball dari klub New York Yankees yang didiagnosis pertama kali untuk ALS tahun 1939) di AS, merupakan jenis dari penyakit sel saraf motor (motor neuron disease/MND). Insidennya, dikatakan dr. Sheila adalah 2 per 100 ribu orang, sementara prevalensinya adalah 6 per 100 ribu orang.

Di Amerika Serikat, insidennya bahkan lebih banyak. Setidaknya, ada sekitar 5.600 kasus per tahun yang berarti ada 15 kasus baru per harinya.

Penyakit tersebut kebanyakan mengenai kelompok usia 40-70 tahun dan lebih banyak pada kaum pria (60 persen). Namun, kasus pada usia lebih muda (20-30 tahun) atau usia produktif, ditambahkan dr. Sheila, juga meningkat. 

Salah satu contohnya adalah Stephen Hawking. Fisikawan yang terkenal dengan teori Black Hole-nya, didiagnosis ALS saat masih muda, setelah ulang tahunnya yang ke-21. 

Dalam websitenya, Hawking menyebutkan saat tahun ketiga di Oxford, ia menyadari dirinya lebih lamban dan sesekali terjatuh tanpa alasan jelas. Sewaktu di Cambridge, ayahnya membawanya ke dokter keluarga serta merujuk ke spesialis guna menjalani serangkaian tes. Dan ia kemudian didiagnosis ALS. 

Pada awalnya, dijelaskan dr. Sheila, gejala ALS tidaklah spesifik. "Seringkali malah tidak terdiagnosis pada stadium dini," ucap spesialis saraf lulusan FKUI ini. 

Keluhan saat stadium dini ini dikatakan dr. Sheila seperti kelemahan otot, kaku, kram, kedutan, ukuran otot yang mengecil yang terjadi secara fokal atau asimetris. Secara fisik, gejalanya seperti kelelahan, gangguan keseimbangan, atau bicara pelo. Simtom yang dalam beberapa hal mirip dengan penyakit lain, membuat ALS menjadi sulit untuk didiagnosis.

Waktu yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis tidak sebentar. Ada pasien ALS yang membutuhkan waktu setahun hingga akhirnya didiagnosis ALS.

Di sisi lain, sampai saat ini, seperti disebutkan dr. Sheila belum ada obat spesifik untuk menyembuhkan ALS. Yang baru ada, adalah obat yang memiliki kemungkinan memperlambat progresivitas penyakit. Sisanya, adalah obat-obatan yang bertujuan untuk meredakan simtom yang dialami oleh pasien ALS. "Obat diberikan sesuai dengan gejala yang paling mengganggu," kata dr. Sheila.  

Perjalanan penyakit ALS terbilang cepat. Dengan tingkat harapan hidup rata-rata pasien ALS antara 2-5 tahun.

Meski demikian, ada beberapa yang bisa bertahan lebih dari 10 tahun. Hawking bahkan bertahan dengan penyakitnya lebih dari 50 tahun walaupun ia 'terikat' dengan kursi roda dan alat bantu komunikasi yang terkomputerisasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau